ASOSIASI SIPANGKAR
Dw i Theresia Sipangkar
310 312 2006
Pendidikan Antropologi Sosial
Fakultas Ilmu Sosial
UNIVERSITAS NEGRI MEDAN
2010/2011
BAB I
Marga
a. Arti dan Fungsi Marga
Orang batak toba mengenal marga dengan arti satu asal keturunan. Satu nenek moyang, sabutuha artinya satu perut asal. Jadi marga menunjukkan keturunan. Karena orang batak menganut paham garis keturunan bapak ( patrilineal ), maka dengan sendirinya marga tersebut juga berdasarkan garis bapak. Sejarah lahirnya marga – marga batak toba juga di dasarkan pada nenek moyang laki – laki . seperti contohnya raja isumbaon dan guru tatea bulan merupakan bapak pertama marga – marga di kalangan orang batak, karena sebelumnya mereka belum mempunyai induk marga, hanya satu moyang yaitu si raja batak.
Jadi, marga merupakan suatu kesatuan kelompok yang mempunyai garisan keturunan yang sama berdasarkan nenek moyang. Pada mulanya pembentukan marga – marga yang baru dapat dilakukan kalau sudah ada 10 generasi dari marga yang sedang dipakai dan paling sedikit 7 genersi. Tetapi jika ada kejadian – kejadian khusus seperti terpaksa kawin , maka satu marga memecahkan diri kedalam beberapa marga baru yang disebut manompas bongbong ,artinya menghancurkan tembok larangan karena ini merupakan perkawinan yang terlarang. Perkawinan ini sudah sangat jarang terjadi, karena harus mengelurkan biaya yang sangat mahal serta harus mendapat persetujuan dari semua anggota marga tersebut paling tidak pengetua – pengetuadari setiap ompu/ marga ( sub – clan ).
Status sosial seseorang di tentukan oleh marga. Didalam hubungan sosial orang batak, marga merupakan dasar untuk menentukan penututuran, hubungan persaudaraan, baik untuk kalangan semarga maupun denagn orang – orang dari marga lainnya. Fungsi lainnya dari marga yaitu menentukan kedudukan seseorang di dalam pergaulan masyarakat yang teratur menurut pola dasar pergaulan yang dinamakan dalihan na tolu. Dengan mengetahui marga sseorang, maka setiap orang batak otomatis lebih mudah untuk mengetahui hubungan sosial diantara mereka, paling tidak untuk mengingat marga ibu, nenek, istri atau istri kakak maupun, adik atau kakak ayah. Demikian pula marga dari semua istri dari neneknya maupun keluarga dekatnya. Juga para suami dari saudara perempuan, atau saudara perempuan ayahnya, saudara perempuan neneknya laki – laki dan sebagainya. Marga memang menentukan kedudukan sosialnya dan kedudukan sosial orang lain di dalam jaringan hubungan sosial adat maupun kehidupan sehari – hari. Dengan demikian dapat disimpilkan bahwa pendasaran penentuan status dan hubungan sosial seperti ini adalah sistem analogi. Artinya, setiap orang tidak hanya melihat hubungan itu dari marganya saja tetapi kalau hubungan itu tidak ada atau kurang dekat dari marganya, maka ia akan mencari analogi dari oarang alin anggota keluarganya. Dengan demikian terciptalah hubungan sosial yang lebih erat dan mesra.
b. Pemakaian Marga
Secara otomatis seseorang yang dilahirkan didalam suatu keluarga marga akan memperoleh amrga itu. Kekeluargaan yang berdasarkan garis keturunan bapak menimbulkan turunnya marga bapak kepada anak – anaknya. Setiap orang batak toba, memakai marganya di belakang nama biasa. Dimana pun mereka berada marga itu selalu dipakai. Bagi orang batak marga adalah identitas. Marga berbau adat kalau dikalangan oarang batak toba dan berbau suku kalau berhubungan sosial dengan suku bangsa lain. Juga kalau berhubungan dengan bangsa lain, marga tetap berbau suku. Jadi , walaupun mereka hidup terpencar di seluruh dunia, marga itu tetap berfungsi adat untuk intern mereka.
Marga – marga di tanah batak bersifat demokratis. Artinya marga sebagai lambang identitas tidak di tentukan oleh seorang pimpinan untuk dimiliki seseorang. Azas kelahiran secara otomatis menempelkan maarga kepada seseorang, secara asli tidak ada kepala keluarga. Kalaupun ada marga raja itu hanya dalam kedudukan sebagai pembuka huta. Tidak berarti bahwa dia merajai seluruh marga yang aa dihuta atau wialyah lainnya. Dikota – kota besar coontohnya saja medan , terdapat pimpinan tau ketua. Dalam hal ini arti organisasi sosial kekeluargaan marga. Seseorang diangkat jadi ketua untuk mengetahui organisasi bukan ketua marga.
Dalam hubungan marga ini, orang batak toba memiliki adat yang sangat keras terutama dalam soal perkawinan. Struktur perkawinan eksogami berlaku dikalangan mereka, karena adat tidak membolehkan perkawinan di dalam satu marga. Kalu dilanggar akan dihukum berat, diusir, dikucilkan, penghapusan hak dll. Dengan demikian perkawinan hanya terjadi antara dua lineages marga yang berlainan. Tetapi itupun terdapat beberapa pengecualian diantara beberapa marga, karena adanya padan ( perjanjian adat ) , yaitu perjanjian satu cabang marga dengan marga lain sebagai marga yang bersaudara sekandung.
BAB II
SINGKAT CERITA SILALAHI SABUNGAN
Sesuai dengan permintaan dari Oppu Silahisabungan sebelum meninggal dunia agar dikuburkan dekat dengan hulahulanya Ompu Raja Bolon maka saat dia meninggal dikuburkanlah di Dolok Parmasan Pangururan (Parmasan = bukit tempat emas, karena suku Batak berprinsip tengkorak dan tulang belulang orang tua adalah bagai Emas/sangat berharga), semenjak dari situ keturunannya turun temurun yakni Silalahi, Si 7 turpuk (Sihaloho, Situkkir, Rumasondi, Sinabutar, Sinabariba, Sinabang, Pintubatu dan Raja Tambun mengetahui didolok Parmasanlah kuburan oppungnya.
Tahun 1896-1898 saat Raja Frederik Tambunan menjabat Controleur Van Samosir di Pangururan dia sangat menghormati kuburan oppungnya dan berpikir maju kedepan dengan berinisiatif mencacat keberadaan kuburan tersebut.
Pada tahun 1928 dan 1936 rombongan musik tiup yang terdiri dari Tambunan Lumbanpea, Tambunan Batuara dan Tambunan Pagaraji melakukan jiarah dan penghormatan kemakam Oppu Raja Silahisabungan yang ada di dolok Parmasan Pangururan.
Keberadaan makam yang sudah ratusan tahun, kelihatan sederhana sesuai dengan keadaan masa itu hanya ditandai dengan batu nisan dan ditumbuhi bunga liar
Sehingga tahun 1947 yang diketuai Abdul Malik Tambunan membentuk Panitia pemugaran makam Oppu Raja Silahisabungan, namun rencana itu terhenti karena masuknya Belanda ke Pangururan tahun 1948.
Sekitar tahun 1968 ada rencana pendirian Tugu (monument) untuk Oppu Raja Silahisabungan di Paropo Huta Silalahi Nabolak, hal itupun disambut baik oleh seluruh keturunannya baik Silalahi, Si 7 turpuk dan siraja Tambun, mubespun berjalan dengan baik, namun ditengah mubes terjadi penyimpangan tarombo yang dilakukan panitia tarombo dengan tidak mencantumkan Silalahi sebagai anak Silahisabungan, hal itupun memacu pertentangan yang alot hingga Silalahi dan Raja Tambun melakukan walkout dari forum.
Tidak sampai disitu si 7 turpukpun ingin memindahkan saring-saring (kerangka oppu silahisabungan yang ada di dolok parmasan ke tugu yang direncanakan, hal itupun tidak diijinkan Silalahi dan Raja Tambun.
Walau tidak diikuti Silalahi dan Raja Tambun pembangunan tugupun tetap dilakukan si 7turpuk hingga tgl 23-27 -1981 diresmikan.
Untuk menjaga kemungkinan terburuk Silalahi dan Raja Tambun berinisiatif untuk memugar kembali Kuburan Oppu Raja Silahisabungan dengan mendirikan tambak na pir dan kokoh lengkap dengan patung Ompu Raja Silahisabungan dengan patung ke tiga istrinya serta dihiasi relief perjalanan hidup Ompu Raja Silahisabungan. Dalam pemugaran itu tetap tidak menghilangkan nisan yang lama karena sampai sekarang ada terlihat didalam bangunan tambak tersebut.
Adapun pernyataan si Raja Tambun dalam pendirian dan setelah diresmikan tugu yang ada di Paropo adalah sebagai berikut :
Menimbang :
1. Ala tingki on gabe tutu sada nari pandapot na mandok 2 (dua) halak do hape silahisabungan jala 8 (walu) halak anaknya, gabe mangkorhon perpecahan dipomparan ni Silahisabungan, alani i, Pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna di Kota besar Medan porlu manontuhon sikap / pendirian.
2. Ala adong tahi ni sepihak laho pajongjonghon Tugu / makam ni Ompu Silahisabungan di Paropo, mangkorhon perpecahan alani on :
Pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna se kota besar Medan porlu manontuhon sikap / pendirian.
3. Ala naung adong hian TAMBAK ni Omputta Silahisabungan di Dolok Parmasan Pangururan, jala adong tahi naeng mamagar manang padengganton Tambak i Punguan Pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boru se kota besar Medan MANOLOPI ULAON NA DENGGAN I.
Mengingat :
1. Tona ni ompunta sijolo-jolo tubu naung taparmudarhon sian na jolo sahat tu sadarion na mandok : 3 (tolu) halak na nialap ni (Ompunta boru) Silahisabungan jala 9 (sia) halak do anakna.
2. Poda ni Ompunta tu sude pinomparna mandok : ingkon parmudarhonon jala ingkon ulahonon do sude isi ni Padan Sagu-sagu Marlangan dohot Dengke hilaean binahen ni ompunta Silahisabungan tu sude anakhonna i ma :
Manontuhon / manolophon
Parjolo :
Punguan pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna sekota besar Medan ndang parsidohot jala ndang panolopi tu na pajongjong / paojakhon TUGU / MAKAM Silahisabungan di Paropo ala menimbulkan perpecahan.
Paduahon :
Punguan pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna sekota besar Medan manolopi jala parsidohot tu pemagaran / padenggan Tambak ni Ompunta Silahisabungan naung adong di Dolok Parmasan Pangururan.
Patoluhon :
Nasa na dohot sian pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea na hundul di Panitia tugu / makam Silahisabungan di Paropo, dang utusan jala ndang na mamboan goar ni punguan Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna.
Paopathon :
3 (tolu) halak do na tangkas binoto ripe / nialap ni Ompunta Silahisabungan ima :
1. Boru Sibaso Nabolon
2. Pinggan Matio boru Padang Batanghari
3. Sanggul meleng-eleng boru ni Raja Mangarerak
Palimahon :
9 (sia) halak do anak ni Ompunta Silahisabungan ima :
- Tubu ni Ompunta Sibaso Nabolon : 1 (sada) Silalahi (Silalahi Raja)
- Tubu ni Ompunta Pinggan Matio ima :
1. Sihaloho
2. Situngkir
3. Romasondi
4. Sidebang
5. Sinabutar
6. Sinabarita
7. Pintubatu
- Tubu ni Ompunta sanggul Meleng-eleng boru ni Raja Mangarerak (boru Manurung) 1 (sada) ima si Raja Tambun.
BAB III
Asosiasi Sipangkar
Pengertian Asosiasi
Asosiasi klan yaitu semacam perkumpulan oarang – orang yang bermarga sama dengan tradisi suku batak, memenag tidak indentik dengan marga dalam pengertian asli. Menurut Sitor Situmorang Asosiasi tersebut berasal dari tradisi bermarga diakmpung asalnya. Asosiasi semacam itu berkembang menyesuiakan diri dengan perkembangan modern dalam gaya fisiknya tetapi tetap menjadi tempat berpaling baik secara ekonomis untuk kelangsungan hidup maupun secara psikologis dan sosial sebagai tempat menampung dan menjaga indentitas dan tidak ekslusif dalam arti buruk.
Fungsi Sosial Asosiasi Klan
Jelas ahkirnya bahwa asosiasi klan orang batak di medan melakukan kegiatan dalam arti usaha tolong – menolong diantara sesama anggota di bawah pengaturan asosiasi. Ada pengurus yang terpilih, mempunyai iuran setiap anggota yang dibayar setiap bulannya dan pertahunnya. Asosiasi sangat membantu para anggotanya berbagai hal , terutama yang menyangkut kesulitan ekonomi tanpa memperinci bentuk bantuan yang bisa di sanggupi oleh asosiasi klan. Dalam kenyataannya bantuan itu digolongkan dalam bantuan sosial dalam situasi darurat ataupun kemalangan baik secara kelompok asosiasi tersebut ataupun melalui individual dari anggota asosiasin klan tersebut. Dana yang dimiliki oleh asosiasi klan yang ada dimedan ini terbatas keperluannya karena sumber dana hanya dari uang iuran ataupun uang masuk saja, sehinnga para anggota asosiasi klan tidak dapat meminjam modal ke asosiasi.
Tradisi Marga Dalam Asosiasi Klan
Asosiasi klan bentukknya yang adda di medan dalam bentuk punguan sipangkar, pada hakekatnya adalah bukan marga, tetapi ini merupakan bentuk wujud masyarakat Sali dari daerah asalnya yang merantau ke daerah lain. Marga bukan saja suatu organisasi keturunan yang di turunkan dari sistem patrilineal tetapi terdiri juga dari berbagai komponen seperti satu sama lain dan senyawa. Sebagai contoh, sipangkar merupakan termasuk silalahi ssbungan merupakan marga, dimana marga dari berbagai daerha berkumpul dan mengumpulkan tulang – tulang raja mereka yang terlebih dahulu yang diangggap mereka itu adalah keramat dan disimpan di dalam tugu yang dimana di tugu ini a=dijadikan mereka sebagai pusat adat leluhur yang sangat dihormati dan dijadikan sebagi tempat pemujaan secar adata ( religi ), menjiwai ritual ( upacara ) adat oleh marga yang bersangkutan baik di daerah asal maupun di tempat perantauan. Tugu silalahi sabungan sekarang berada di paropo.
Marga mrncakup sistem religi ( adat ) dan sistem teritolial. Orang batak toba dapat mempertahankan adat – istiadat dan berbagai upacara yang berhubungan dengan adat – istiadat. Marga merupakan suatu penuyuban dalam aslinya diliputi tradisi adat berdasarkan paham magisreligius ( pemujaan leluhur sebagai sumber norma dan pahala ), yang terungkap dalam doa – doa tradisional dan diperlambangkan dalam tata tertip upacara yang rumit.
BAB IV
Kesimpulan
Masyarakat batak toba sebagai masyarakat yang menciptakan marga – marga sebagai indentitas pribadi. Marga merupakan landasan munculnya dalihan na tolu yang kemudian menjadai dasar fundamental hubungan sosial dan adat batak toba. Struktur kemasyarakatan batak tobadapat dilihat dari struktur marga antara lain sistem perkawinan yang di luar marganya. Marga menjadi dasar pementukan huta, dan marga awal membentuk asosiaisi di daerah perantauan dengan adanya undang – undang dasar ataupun anggaran dasar suatu asosiasi tersebut. Asosiasi sangat membantu anggotanya, baik itu dalam bentuk keuangan atau pun dalam bentuk lain.
BIUS SILALAHI SABUNGAN
Dalam kultur masyarakat Batak terdahulu mengenal suatu perhelatan
akbar yang disebut HORJA BIUS. Dahulu kala, Horja bius merupakan hukum
adat tertinggi dalam persekutuan masyarakat Batak (yang nota bene
terdiri atas beberapa marga) dalam suatu wilayah / huta. Disemua
bagian tanah Batak yang didiami keturunan/marga tertentu pastilah
memiliki suatu Bius sebagai pengukuhan yang syah untuk generasi mereka
yang akan datang.
Pimpinan tertinggi dari bius ini adalah berasal dari Raja Marga
Sipungka Huta. Yang dimaksud Raja Marga Sipungka Huta (Raja Bius)
adalah golongan marga perintis (Penguasa) yang mendiami sekaligus
pengukuhan kepemilikan wilayah / huta tersebut bagi marga-marga
pendatang. Bius sangat dihormati sebagai hukum dan ikatan persatuan
antara marga-marga Sipungka Huta dengan marga-marga pendatang di
wilayah / huta itu.
Kegiatan ini disebut Horja Bius. Horja Bius hanya dapat dilakukan oleh
Marga Sipungka Huta. Di Pangunguran (Samosir) misalnya, dikenal bius
Sitolu Hae. Disebut Sitolu Hae karena di wilayah ini terdiri dari 3
(tiga) marga Sipungka huta, yaitu marga Naibaho keturunan Sirajaoloan,
marga Simbolon keturunan Simbolontua dan Sitanggang keturunan
Muntetua.
Naibaho terdiri atas marga-marga Siahaan, Sitangkaraek, Sidauruk,
Sihutaparik dan Siagian. Simbolon terdiri atas marga-marga Nadeak,
Tamba, Simbolon dan Silalahi ( sebagai Boru). Sitanggang terdiri atas
marga Sitanggang, Sigalinging, Raja Pangadat dan Malau ( sebagai
Boru ). Artinya, marga Silalahi dan marga Malau adalah sebagai
pendatang yang dikukuhkan marga Sipungka huta mendiami wilayah / huta
Pangunguran.
Demikian halnya dengan Silahi Sabungnan di huta Silalahi , Paka-Dairi.
Bius Silahisabungan berada di Silalahi Nabolak, yang disebut Bius
Parsanggaran yang terbagi atas 3 (tiga) turpuk yakni :
(1) Bius Siopat Turpuk ( Sihaloho, Rumasondi, Sidabariba, Pintubatu)
(2) Bius Sitolu Tupuk ( Situngkir, Sinabutar, Sidebang)
(3) Bius Tambun.
Dengan kata lain, pengukuhan ini adalah untuk mengukuhkan bahwa marga-marga diatas adalah pemilik tanah waris dari leluhur mereka Silahi
Sabungan.
Catatan:
Keturunan Silahisabungan ( marga Silalahi ) yang ada di Samosir
(Pangunguran, Parbaba, Tolping, Sibisa ) adalah sebagai marga
pendatang. Faktanya, marga Silalahi bukan sebagai Sipungka Huta,
artinya marga Silalahi tidak memiliki kapasitas menjadi Raja Bius.
( Sumber : Buku, Sejarah Raja Silahisabungan , oleh. J.Sihaloho ;
Artikel, Bius , oleh. A.Alden Sihaloho )
Demikian halnya dengan Bius Tolping yang terdapat di negeri Ambarita-
Samosir adalah campuran berbagai marga, di antaranya :
1. Raja Bona ni Ari, dipangku marga Sihaloho
2. Raja Pande Nabolon, dipangku marga Silalahi
3. Raja Panuturi, dipangku marga Silalahi
4. Raja Panullang, dipangku marga Sigiro
5. Raja Bulangan, dipangku Marga Sidabutar (Nai Ambaton)
6. Raja Pangkombari, dipangku marga Siallagan
Kampung (huta) di bius Tolping masih minim dibandingkan dengan Bius
lain di pulau Samosir. Dan yang paling penting untuk diperhatikan
adalah “tidak ada” istilah marga atau nama Silalahi Raja di Bius
Tolping ( Samosir ). Kampung yang terdapat di Tolping adalah:
1. Lumban Sihaloho
2. Lumban Sigiro
3. Lumban Parnomangan
4. Lumban Sidabutar
5. Lumban Silalahi
6. Lumban Dolok
7. Lumban Barat
8. Lumban Rihit
9. Lumban Siallagan
10. Lumban Siadang Aek
11. Lumban Parhorasan
12. Lumban Sinaborno
13. Lumban Tonga–tonga
14. Lumban Tinggi
15. Huta Tolping-tolping
16. Huta Siarsam Sada
17. Huta Siarsam Dua
18. Huta Siarsam Tolu
19. Lumban Batu
20. Sosor Galung
MARGA SILALAHI DI BIUS PANGURURAN
Kedudukan marga Silalahi ( bukan Silahi Sabungan ) di Bius Pangururan
adalah rendah, hal ini adalah fakta bahwa marga Silalahi ( keturunan
Silahi Sabungan ) hanyalah marga pendatang di Pangururan.Dan sekali
lagi untuk diperhatikan , “tidak ada” istilah marga atau nama Silalahi
Raja di bius Pangururan.
Marga Tanah (Partano Golat) di Pangururan yang disebut Sitolu Hae
Horbo adalah :
1. Marga Naibaho
2. Marga Sitanggang
3. Marga Simbolon
Dari marga tanah ini terbentuk Raja partali dari cabang tiap – tiap
marga atau marga pendatang yang masuk marga tanah, misalnya :
1. Dari marga Naibaho, dibentuk Raja Partali Naibaho Siahaan,
Hutaparik, Sitangkaraen, Sidauruk, dan Siagian.
2. Dari Marga Sitanggang, dibentuk Raja Partali Sitanggang,
Sigalingging, Malau, dan Sinurat.
3. Dari Marga Simbolon, dibentuk Raja Partali Simbolon, Tamba,
Nadeak, dan Silalahi.
Hubungan kekerabatan marga Silalahi dengan marga Simbolon masih rendah
tingkatnya karena marga Silalahi adalah Boru Natuatua dari
Simboluntuan , dan satu lagi : “ tidak semua marga Simbolon
“margelleng “(marboru) atau bahkan memiliki hubungan kekerabatan
kepada marga Silalahi “ di Pangururan , Samosir.
Pengertian Dolok Parmasan di Samosir.
Di Samosir , pada umumnya setiap bius memiliki dolok Parmasan. Dolok
Parmasan disebut juga tano Parholian (tempat penyimpanan tulang-
belulang leluhur) atau tempat pemakaman kembali tulang belulang nenek
moyang sesuatu marga yang ada di bius itu. Di dolok Parmasan
pangururan terdapat kurang lebih 30 (tiga puluh) makam (tambak), salah
satunya makam (tambak) nenek moyang marga Silalahi yang ada di Bius
Pangururan. Marga Silalahi ( bukan Silalahi Raja ).
Tulisan ini memang disadur dari berbagai sumber. Tetapi yang jelas
semua ini minim fakta tertulis (manuscift). Hal ini hanya sebagai
realita yang dapat digali saat ini, khususnya bagi kita keturunan
Silahi Sabungan dari Silalahi, Pakpak Dairi.
Sejak 1967, sejak akan dimulainya pembangunan Tugu Silahi Sabungan di
bona pasogit Silalahi , Pak pak-Dairi, sekelompok marga Silalahi dari
Tolping, Pangururan,Ambarita menyatakan bahwa mereka adalah keturunan
tertua Silahi Sabungan yang diperkuat dengan tarombo Parna. Sejak saat
itu pula menentang pembuatan Tugu Silahi Sabungan di Silalahi Nabolak
dan sejak itu mereka eksis pula mencoba mengangkat marga Silalahi Raja
( apakah untuk membedakan dengan Silalahi dari Silalahi Nabolak) ,
sebagai keturunan Silahiraja, putra Silahi Sabungan dengan putri
Simbolontuan di Pangururan Samosir. Tetapi ini hanyalah menurut
mereka.
Beryukur dengan hadirnya Hula-hula Silahi Sabungan , marga Manurung
dan Padang Batangari, yang akhirnya mengesahkan peresmian berdirinya
Tugu Silahi Sabungan Di Silalahi Nabolak, Pakpak-Dairi. Karena memang
tanpa kehadiran mereka, maka Tugu itu mungkin belum ada sampai saat
ini.
Keturunan Silahi Sabungan dari Silalahi Nabolak tetap eksis berdiri
dengan tarombo dan silsilan yang telah turun temurun terjaga dan
diwarisi oleh keturunannya. Fakta diatas adalah pencerahan bagi kita
keturunan Silahi Sabungan dewasa ini, bahwa Poda Sagu marlagan adalah
petuah bagi kita keturunan Silahi Sabungan. Dengan tidak mengurangi
rasa hormat sebagai sesama, kita yang memiliki marga Silalahi
keturunan dari Silahi Nabolak jangan pernah ragu memamaki marga
Silalahi, karena kita masih mengetahui asal turpuk kita yang
sesungguhnya.
Diluar sana mungkin perdebatan sangat panas dan menyakitkan, tapi yang
jelas semua itu tidak perlu untuk dibesar-besarkan, apalagi utnuk
berbantah-bantahan. Gondang kita aja kita tor-tori. Beda kalau gondang
kita ditor-tori orang lain, bukan masalah. Yang jelas kita sendiri
lebih tau dan mengenal diri kita sendiri.
1 Komentar:
Mantap To....
awal yg bagus bagi generasi muda Batak dalm mempelajari sejarah dan seluk-beluk Marganya.
Meski perlu polesan pada beberapa kalimat n makna,
(Y)
Tingkatkan.
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda