kedewasaan beragama
Tugas
Sosiologi Agama
By
Dwi
Theresia Sipangkar
3103122006
Kedewasaan
dalam beragama
Agama
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut
dengan nama Dewa
atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang
bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta
āgama yang berarti
"tradisi".Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin
religio dan berakar pada kata kerja
re-ligare yang berarti
"mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat
dirinya kepada Tuhan.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan
keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar
dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa
juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa
manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa,
God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain
atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng
Dumadi, De Weldadige dll.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada
Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu:
·
menerima segala
kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan
·
menaati segenap
ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan
Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas,
bahwa agama itu penghambaan
manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah
manusia, penghambaan dan Tuhan.
Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian
tersebut dapat disebut agama.
Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia,
yaitu: agama Islam,
Kristen
(Protestan) dan Katolik,
Hindu,
Buddha,
dan Konghucu.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan
agamanya secara terbuka. Namun, melalui Keppress No. 6/2000, Presiden
Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut.
Study kasus : sikap Kedewasaan Umat Kritiani dalam Bulan Puasa Bagi Umat Islam
Keberagaman adalah ciri khas Indonesia. Indonesia, bukanlah bangunan
negara yang tunggal. Dia terdiri dari beragam suku, agama, ras dan golongan.
Sehingga, sejatinya Indonesia adalah negara multikultur. Namun keberagaman yang
mestinya dirayakan dengan penuh rasa syukur ini, dalam sejarah perjalanan
berbangsa, kerap menjadi persoalan. Perjumpaan antara yang berbeda, sering terjadi
tidak secara akrab. Saling curiga yang berbuntut pada permusuhan dan konflik
sering tak bisa dihindari.
Maka, Indonesia butuh etika bersama dalam memaknai keberagaman
tersebut. Sebuah sikap dan pemikiran yang memberi tempat bagi kehadiran ”the
other” dalam pergaulan publik, perlu dikembangkan. Ini bukan langkah mudah.
Sebab, agama-agama atau apapun yang saling berbeda itu akan berhadapan dengan
tuntutan menjaga ”kemurnian” ajaran dan keyakinannya. Meski pada hal
mendasarnya, karena tuntutan itulah sehingga sikap eksklusif yang tidak
menerima kehadiran ”the other” menjadi pilihan dari antara yang berbeda itu.
Dalam tugas
ini, saya akan mengambil studi kasus agama islam dengan agama Kristen. Islam (Arab:
al-islām, الإسلام : "berserah diri kepada Tuhan")
adalah agama
yang mengimani satu Tuhan,
yaitu Allah.
Dengan lebih dari satu seperempat miliar
orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua
di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti "penyerahan",
atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan
(Arab: الله, Allāh).
Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim
yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih
lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam
mengajarkan bahwa Allah
menurunkan firman-Nya
kepada manusia melalui para nabi dan rasul
utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad
adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
Dalam ajaran agama islam, umat islam mempunyai tugas
dan wajib dilaksanakan yaitu berpuasa. Puasa dalam agama Islam artinya menahan
diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa,
mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, untuk meningkatkan
ketakwaan seorang muslim. Perintah puasa difirmankan oleh Allah pada Al-Quran
surat Al-Baqarah ayat 183. Berpuasa merupakan salah satu dari lima Rukun Islam.
Terdapat puasa wajib dan puasa sunnah, namun tata caranya tetap sama. Waktu
haram puasa adalah waktu saat umat Muslim dilarang berpuasa. atau jasad/diri).namun
justru malah menjalankan keinginan keinginan Allah lah yang terkandung di dalam
AlQuran. sehingga lebih optimal lagi dalam menjalankan ibadah yang Allah
inginkan. perintah
puasa lebih menekankan kedalam aktifitas sendi kehidupan.
Dimana mampunya kita untuk menahan
hawa nafsu kita (bahkan hingga makan dan minum pun kita tahan) kemudian
menjalankan keinginan Allah sepenuhnya. sehingga meraih Taqwa
perintah puasa jatuh pada madinah. Dimana dikondisi umat
islam saat itu baru saja hijrah dari mekkah setelah di tekan dari berbagai sisi
kehidupan. Namun di sinilah terlihat sifat kesabaran ( tidak lemah, tidak lesu,
pantang mundur ) dari semangat ummat islam untuk bangkit menyebarkan ayat-ayat
Allah.
Umat agama islam pada umumnya
mengadakan puasa di akhir tahun dan puasa selama 30 hari. ketika umat agama
islam mengadakan puasa, dalam hal ini, umat Kristen dan umat lainnya diperlukan
kedewasaan dalam beragama. Nah, ssekarang ini apa yang dinamakan kedewasaan
dalam beragama? Menurut saya, seseorang dapat dinyatakan sudah dewasa dalam
beragama, ketika dia sudah bijak dalam menghadapi perbedaan dalam beragama
tersebut. Nah, ketika umat islam sedang mengadakan puasa sebaiknya kita sebagai
umat agama lain dapat menghargai sesama umat kita,caranya tidak memakan makanan
di depan mereka, dan tidak meminum minuman di hadapan merka, tidak membuat
sesuatu hal yg dapat membatalakan puasa mereka.
Bagaiamana jika siswa yang beragama
islam sedang mengadakam puasa ketika
masa persekolahan berlangsung? Dalam hal ini, teman – temannya agar dapar
saling menghormti antar umat beragama, dan bagi pihak sekolah, jika memang
perlu bisa saja pencepatan masuk sekolah, pengurangan jam sekolah dan pulang
lebih awal. Hal ini bertujuan agar para wiswa yang sedang melaksanakan ibadat
puasa tidak merasa capek dan letih
sehingga mereka tidak membatalkan puasanya dan mereka bisa pulang sampai
kerumah tepat waktu dan tidak ketinggalan untuk berbuka.
Sebenarnya bukan agama non muslim
saja yang dituntut untuk bersikap dewasa dalam beragama, namun agama muslimnya
juga harus mapu bersikap dewasa. Dalam hal ini maksudnya, agama islam juga
harus bisa bersikap dewasa jangan menuntut agama non muslim saja untuk ikut
berpuasa didepan mereka ). Disini kita sama – sama harus bisa saling
menghormati dan saling menghargai perbedaab yang ada diantara kita.
Realitanya dalam keadaan sekarang
ini, bahwa kedewasaan dalam umat beragama dalam hal menjaga sesama umat yang
sedang berpuasa sudah termasuk hal yang bisa di bangga kan, hal ini terbukti
dengan ada libur dalam menyambut puasa dan idul fitri serta adanya pengurangan
jam kerja ketika manyambut bulan puasa.
Study Kasus II
: sekolah Yayasan Katolik menerima siswa non Katolik
Pada zaman sekarang,
tempat kita mendidik seorang anak sudah sangat diperhatikan. Orang tua sudah tidak
pernah mempersoalkan di yayasan mana anaknya sekolah sekalipun yang islam
dimasukan kedalam yayasan katolik. Seperti apa yang kita ketahui bahwa di
yayasan katolik agama sangat tinggi, disana semua murid di ajarkan agama
katolik serta guru – gurunya harus beragama katolik yang boleh bekerja di situ,
jika ada guru yang beragama islam ataupun Kristen, harus masuk dan dibabtis
gerja katolik agar bisa bekerja ditempat itu. Teman – teman jangan salah, siswa
yang bersekolah disitu tidak merupakan semua agama katolik tetapi juga ada yang beragama Kristen prtestan,
islam dan hindu, budha. Walaupun mereka yang masuk tidak beragama katolik,
awalnya orangtuanya sudah di tanyakan apakah ananknya mau di ajarkan agama
katolik? Karena di katolik semua murid diajarkan untuk belajar agama katolik.
Banyak orang tua yang memasukan anaknya kedalam yayasan katolik, karena disiplin di yayasan agama
katolik tersebut sangat bagus, mereka tidak perduli akan perbedaan agama
sekaligus dengan uang sekolah yang begitu sangat mahal. Dalam yayasan agama
katolik, siswanya baik itu yang katolik maupuun non katolik mendapat mata
pelajran katolik. Mereka hanya mendapat pelajaran agama katolik, dan mereka
tidak di tuntut untuk harus masuk agama katolik. Mengapa katolik bisa menerima
murid yang tak agama katolik? Hal ini karena sifat katolik yang bersifat
universal, umum dan satu. Jadi keterbukaan agama katolik terhadap agama lain
merupakan sebuah tindakan yang menunjukan kedewasaan dalam beragama.
Dalam hal ini, Nampak bahwa orang
tua yang beragama non katolik tersebut dapat menunjukan kedewasaannya, dia
begitu tidak panatik dalam agamanya. Dia mampu menerima perbedaan agama
diantara masyarakat. Belakangan muncul sebuah paradigma yang disebut dengan
”multikulturalisme”. Sebelumnya, paradigma ”pluralisme” telah banyak
dibicarakan maupun diusahakan dalam merespon semakin majemuknya dunia.
Multikulturalisme memang baru dalam wacana dan diskursus pemikiran. Baru
sekitar tahun 1970-an gerakan multikultural ini muncul.
Pada masa awalnya ini, gerakan yang memberi
apresiasi terhadap keberagaman, muncul di Kanada dan Australia, kemudian di
Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan menyebar di beberapa negara yang khas
dengan pluralitas. Multikulturalisme sendiri dipahami sebagai sikap yang
menerima dan menghargai eksistensi ”the others”, sebagai bagian dari
keberagaman, dengan tidak mempersoalkan perbedaan budaya, etnik, jender,
bahasa, ataupun agama.
Masyarakat Indonesia sebenarnya sejak jauh-jauh hari
telah memaknai semangat menerima dan menghargai perbedaan, ketika bangunan
negara ini memang berpondasikan keberagaman. Bhineka Tunggal Ika, mestinya
dimaknai lebih dari sekedar wacana, sebab inilah konsep multikulturalisme
Indoensia yang lahir bersama kelahiran republik ini. Jika semangat
multikulturalisme itu diruntuhkan dengan semangat monokulturalisme, maka
hancurlah bangunan Indonesia.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda