Selasa, 15 November 2011

kedewasaan beragama


Tugas Sosiologi Agama
By
Dwi Theresia Sipangkar
3103122006
Kedewasaan dalam beragama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi".Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dll.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu:
·         menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan
·         menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan
Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.
Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu: agama Islam, Kristen (Protestan) dan Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan agamanya secara terbuka. Namun, melalui Keppress No. 6/2000, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut.
Study kasus :  sikap Kedewasaan Umat Kritiani  dalam Bulan Puasa Bagi Umat Islam
Keberagaman adalah ciri khas Indonesia. Indonesia, bukanlah bangunan negara yang tunggal. Dia terdiri dari beragam suku, agama, ras dan golongan. Sehingga, sejatinya Indonesia adalah negara multikultur. Namun keberagaman yang mestinya dirayakan dengan penuh rasa syukur ini, dalam sejarah perjalanan berbangsa, kerap menjadi persoalan. Perjumpaan antara yang berbeda, sering terjadi tidak secara akrab. Saling curiga yang berbuntut pada permusuhan dan konflik sering tak bisa dihindari.
Maka, Indonesia butuh etika bersama dalam memaknai keberagaman tersebut. Sebuah sikap dan pemikiran yang memberi tempat bagi kehadiran ”the other” dalam pergaulan publik, perlu dikembangkan. Ini bukan langkah mudah. Sebab, agama-agama atau apapun yang saling berbeda itu akan berhadapan dengan tuntutan menjaga ”kemurnian” ajaran dan keyakinannya. Meski pada hal mendasarnya, karena tuntutan itulah sehingga sikap eksklusif yang tidak menerima kehadiran ”the other” menjadi pilihan dari antara yang berbeda itu.

 Dalam tugas ini, saya akan mengambil studi kasus agama islam dengan agama Kristen. Islam (Arab: al-islām, الإسلام : "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allāh). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
Dalam ajaran agama islam, umat islam mempunyai tugas dan wajib dilaksanakan yaitu berpuasa. Puasa dalam agama Islam artinya menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Perintah puasa difirmankan oleh Allah pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183. Berpuasa merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Terdapat puasa wajib dan puasa sunnah, namun tata caranya tetap sama. Waktu haram puasa adalah waktu saat umat Muslim dilarang berpuasa. atau jasad/diri).namun justru malah menjalankan keinginan keinginan Allah lah yang terkandung di dalam AlQuran. sehingga lebih optimal lagi dalam menjalankan ibadah yang Allah inginkan. perintah puasa lebih menekankan kedalam aktifitas sendi kehidupan.
Dimana mampunya kita untuk menahan hawa nafsu kita (bahkan hingga makan dan minum pun kita tahan) kemudian menjalankan keinginan Allah sepenuhnya. sehingga meraih Taqwa perintah puasa jatuh pada madinah. Dimana dikondisi umat islam saat itu baru saja hijrah dari mekkah setelah di tekan dari berbagai sisi kehidupan. Namun di sinilah terlihat sifat kesabaran ( tidak lemah, tidak lesu, pantang mundur ) dari semangat ummat islam untuk bangkit menyebarkan ayat-ayat Allah.
Umat agama islam pada umumnya mengadakan puasa di akhir tahun dan puasa selama 30 hari. ketika umat agama islam mengadakan puasa, dalam hal ini, umat Kristen dan umat lainnya diperlukan kedewasaan dalam beragama. Nah, ssekarang ini apa yang dinamakan kedewasaan dalam beragama? Menurut saya, seseorang dapat dinyatakan sudah dewasa dalam beragama, ketika dia sudah bijak dalam menghadapi perbedaan dalam beragama tersebut. Nah, ketika umat islam sedang mengadakan puasa sebaiknya kita sebagai umat agama lain dapat menghargai sesama umat kita,caranya tidak memakan makanan di depan mereka, dan tidak meminum minuman di hadapan merka, tidak membuat sesuatu hal yg dapat membatalakan puasa mereka.
Bagaiamana jika siswa yang beragama islam sedang mengadakam  puasa ketika masa persekolahan berlangsung? Dalam hal ini, teman – temannya agar dapar saling menghormti antar umat beragama, dan bagi pihak sekolah, jika memang perlu bisa saja pencepatan masuk sekolah, pengurangan jam sekolah dan pulang lebih awal. Hal ini bertujuan agar para wiswa yang sedang melaksanakan ibadat puasa tidak merasa capek dan letih  sehingga mereka tidak membatalkan puasanya dan mereka bisa pulang sampai kerumah tepat waktu dan tidak ketinggalan untuk berbuka.
Sebenarnya bukan agama non muslim saja yang dituntut untuk bersikap dewasa dalam beragama, namun agama muslimnya juga harus mapu bersikap dewasa. Dalam hal ini maksudnya, agama islam juga harus bisa bersikap dewasa jangan menuntut agama non muslim saja untuk ikut berpuasa didepan mereka ). Disini kita sama – sama harus bisa saling menghormati dan saling menghargai perbedaab yang ada diantara kita.
Realitanya dalam keadaan sekarang ini, bahwa kedewasaan dalam umat beragama dalam hal menjaga sesama umat yang sedang berpuasa sudah termasuk hal yang bisa di bangga kan, hal ini terbukti dengan ada libur dalam menyambut puasa dan idul fitri serta adanya pengurangan jam kerja ketika manyambut bulan puasa.
Study Kasus II : sekolah Yayasan Katolik menerima siswa non Katolik
                       Pada zaman sekarang, tempat kita mendidik seorang anak sudah sangat diperhatikan. Orang tua sudah tidak pernah mempersoalkan di yayasan mana anaknya sekolah sekalipun yang islam dimasukan kedalam yayasan katolik. Seperti apa yang kita ketahui bahwa di yayasan katolik agama sangat tinggi, disana semua murid di ajarkan agama katolik serta guru – gurunya harus beragama katolik yang boleh bekerja di situ, jika ada guru yang beragama islam ataupun Kristen, harus masuk dan dibabtis gerja katolik agar bisa bekerja ditempat itu. Teman – teman jangan salah, siswa yang bersekolah disitu tidak merupakan semua agama katolik tetapi  juga ada yang beragama Kristen prtestan, islam dan hindu, budha. Walaupun mereka yang masuk tidak beragama katolik, awalnya orangtuanya sudah di tanyakan apakah ananknya mau di ajarkan agama katolik? Karena di katolik semua murid diajarkan untuk belajar agama katolik. Banyak orang tua yang memasukan anaknya kedalam yayasan  katolik, karena disiplin di yayasan agama katolik tersebut sangat bagus, mereka tidak perduli akan perbedaan agama sekaligus dengan uang sekolah yang begitu sangat mahal. Dalam yayasan agama katolik, siswanya baik itu yang katolik maupuun non katolik mendapat mata pelajran katolik. Mereka hanya mendapat pelajaran agama katolik, dan mereka tidak di tuntut untuk harus masuk agama katolik. Mengapa katolik bisa menerima murid yang tak agama katolik? Hal ini karena sifat katolik yang bersifat universal, umum dan satu. Jadi keterbukaan agama katolik terhadap agama lain merupakan sebuah tindakan yang menunjukan kedewasaan dalam beragama.
            Dalam hal ini, Nampak bahwa orang tua yang beragama non katolik tersebut dapat menunjukan kedewasaannya, dia begitu tidak panatik dalam agamanya. Dia mampu menerima perbedaan agama diantara masyarakat. Belakangan muncul sebuah paradigma yang disebut dengan ”multikulturalisme”. Sebelumnya, paradigma ”pluralisme” telah banyak dibicarakan maupun diusahakan dalam merespon semakin majemuknya dunia. Multikulturalisme memang baru dalam wacana dan diskursus pemikiran. Baru sekitar tahun 1970-an gerakan multikultural ini muncul.
Pada masa awalnya ini, gerakan yang memberi apresiasi terhadap keberagaman, muncul di Kanada dan Australia, kemudian di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan menyebar di beberapa negara yang khas dengan pluralitas. Multikulturalisme sendiri dipahami sebagai sikap yang menerima dan menghargai eksistensi ”the others”, sebagai bagian dari keberagaman, dengan tidak mempersoalkan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa, ataupun agama.
Masyarakat Indonesia sebenarnya sejak jauh-jauh hari telah memaknai semangat menerima dan menghargai perbedaan, ketika bangunan negara ini memang berpondasikan keberagaman. Bhineka Tunggal Ika, mestinya dimaknai lebih dari sekedar wacana, sebab inilah konsep multikulturalisme Indoensia yang lahir bersama kelahiran republik ini. Jika semangat multikulturalisme itu diruntuhkan dengan semangat monokulturalisme, maka hancurlah bangunan Indonesia.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda