Rabu, 16 November 2011

ASOSIASI SIPANGKAR

Dw i Theresia Sipangkar
310 312 2006
Pendidikan Antropologi Sosial
Fakultas Ilmu Sosial
UNIVERSITAS NEGRI MEDAN
2010/2011


BAB I
Marga
a.       Arti dan Fungsi Marga
Orang batak toba mengenal marga dengan arti satu asal keturunan. Satu nenek moyang, sabutuha artinya satu perut asal. Jadi marga menunjukkan keturunan. Karena orang batak menganut paham garis keturunan bapak ( patrilineal ), maka dengan sendirinya marga tersebut juga berdasarkan garis bapak. Sejarah lahirnya marga – marga batak toba juga di dasarkan pada nenek moyang laki – laki . seperti contohnya raja isumbaon dan guru tatea bulan merupakan bapak pertama marga – marga di kalangan orang batak, karena sebelumnya mereka belum mempunyai induk marga, hanya satu moyang yaitu si raja batak.
Jadi, marga merupakan suatu kesatuan kelompok yang mempunyai garisan keturunan yang sama berdasarkan nenek moyang. Pada mulanya pembentukan marga – marga yang baru dapat dilakukan kalau sudah ada 10 generasi dari marga yang sedang dipakai dan paling sedikit 7 genersi. Tetapi jika ada kejadian – kejadian khusus seperti terpaksa kawin , maka satu marga memecahkan diri kedalam beberapa marga baru yang disebut manompas bongbong ,artinya menghancurkan tembok larangan karena ini merupakan perkawinan yang terlarang. Perkawinan ini sudah sangat jarang terjadi, karena harus mengelurkan biaya yang sangat mahal serta harus mendapat persetujuan dari semua anggota marga tersebut paling tidak pengetua – pengetuadari setiap ompu/ marga ( sub – clan ).
Status sosial seseorang di tentukan oleh marga. Didalam hubungan sosial orang batak, marga merupakan dasar untuk menentukan penututuran, hubungan persaudaraan, baik untuk kalangan semarga maupun denagn orang – orang dari marga lainnya. Fungsi lainnya dari marga yaitu menentukan kedudukan seseorang di dalam pergaulan masyarakat yang teratur menurut pola dasar pergaulan yang dinamakan dalihan na tolu. Dengan mengetahui marga sseorang, maka setiap orang batak otomatis lebih mudah untuk mengetahui hubungan sosial diantara mereka, paling tidak untuk mengingat marga ibu, nenek, istri atau istri kakak maupun, adik atau kakak ayah. Demikian pula marga dari semua istri dari neneknya maupun keluarga dekatnya. Juga para suami dari saudara perempuan, atau saudara perempuan ayahnya, saudara perempuan neneknya laki – laki dan sebagainya. Marga memang menentukan kedudukan sosialnya dan kedudukan sosial orang lain di dalam jaringan hubungan sosial adat maupun kehidupan sehari – hari. Dengan demikian dapat disimpilkan bahwa pendasaran penentuan status dan hubungan sosial seperti ini adalah sistem analogi. Artinya, setiap orang tidak hanya melihat hubungan  itu dari marganya saja tetapi kalau hubungan itu tidak ada atau kurang dekat dari marganya, maka ia akan mencari analogi dari oarang alin anggota keluarganya. Dengan demikian terciptalah hubungan sosial yang lebih  erat dan mesra.
b.      Pemakaian Marga
Secara otomatis seseorang yang dilahirkan didalam suatu keluarga marga akan memperoleh amrga itu. Kekeluargaan yang berdasarkan garis keturunan bapak menimbulkan turunnya marga bapak kepada anak – anaknya. Setiap orang batak toba, memakai marganya di belakang nama biasa. Dimana pun mereka berada marga itu selalu dipakai. Bagi orang batak marga adalah identitas. Marga berbau adat kalau dikalangan oarang batak toba dan berbau suku kalau berhubungan sosial dengan suku bangsa lain. Juga kalau berhubungan dengan bangsa lain, marga tetap berbau suku. Jadi , walaupun mereka hidup terpencar di seluruh dunia, marga itu tetap berfungsi adat untuk intern mereka.
Marga – marga di tanah batak bersifat demokratis. Artinya marga sebagai lambang identitas tidak di tentukan oleh seorang pimpinan untuk dimiliki seseorang. Azas kelahiran secara otomatis menempelkan maarga kepada seseorang, secara asli tidak ada kepala keluarga. Kalaupun ada marga raja itu hanya dalam kedudukan sebagai pembuka huta. Tidak berarti bahwa dia merajai seluruh marga yang aa dihuta atau wialyah lainnya. Dikota – kota besar coontohnya saja medan , terdapat pimpinan tau ketua. Dalam hal ini arti organisasi sosial kekeluargaan marga. Seseorang diangkat jadi ketua untuk mengetahui organisasi bukan ketua marga.  
Dalam hubungan marga ini, orang batak toba memiliki adat  yang sangat keras terutama dalam soal perkawinan. Struktur perkawinan eksogami berlaku dikalangan mereka, karena adat tidak membolehkan perkawinan di dalam satu marga. Kalu dilanggar akan dihukum berat, diusir, dikucilkan, penghapusan hak dll. Dengan demikian perkawinan hanya terjadi antara dua lineages marga yang berlainan. Tetapi itupun terdapat beberapa pengecualian diantara beberapa marga, karena adanya padan ( perjanjian adat ) , yaitu perjanjian satu cabang marga dengan marga lain sebagai marga yang bersaudara sekandung.

G:\silahi sabungan\index.jpeg

BAB II
SINGKAT CERITA SILALAHI SABUNGAN

Sesuai dengan permintaan dari Oppu Silahisabungan sebelum meninggal dunia agar dikuburkan dekat dengan hulahulanya Ompu Raja Bolon maka saat dia meninggal dikuburkanlah di Dolok Parmasan Pangururan (Parmasan = bukit tempat emas, karena suku Batak berprinsip tengkorak dan tulang belulang orang tua adalah bagai Emas/sangat berharga), semenjak dari situ keturunannya turun temurun yakni Silalahi, Si 7 turpuk (Sihaloho, Situkkir, Rumasondi, Sinabutar, Sinabariba, Sinabang, Pintubatu dan Raja Tambun mengetahui didolok Parmasanlah kuburan oppungnya.
            Tahun 1896-1898 saat Raja Frederik Tambunan menjabat Controleur Van Samosir di Pangururan dia sangat menghormati kuburan oppungnya dan berpikir maju kedepan dengan berinisiatif mencacat keberadaan kuburan tersebut. 
Pada tahun 1928 dan 1936 rombongan musik tiup yang terdiri dari Tambunan Lumbanpea, Tambunan Batuara dan Tambunan Pagaraji melakukan jiarah dan penghormatan kemakam Oppu Raja Silahisabungan yang ada di dolok Parmasan Pangururan.
Keberadaan makam yang sudah ratusan tahun, kelihatan sederhana sesuai dengan keadaan masa itu hanya ditandai dengan batu nisan dan ditumbuhi bunga liar
Sehingga tahun 1947 yang diketuai Abdul Malik Tambunan membentuk Panitia pemugaran makam Oppu Raja Silahisabungan, namun rencana itu terhenti karena masuknya Belanda ke Pangururan tahun 1948.
            Sekitar tahun 1968 ada rencana pendirian Tugu (monument) untuk Oppu Raja Silahisabungan di Paropo Huta Silalahi Nabolak, hal itupun disambut baik oleh seluruh keturunannya baik Silalahi, Si 7 turpuk dan siraja Tambun, mubespun berjalan dengan baik, namun ditengah mubes terjadi penyimpangan tarombo yang dilakukan panitia tarombo dengan tidak mencantumkan Silalahi sebagai anak Silahisabungan, hal itupun memacu pertentangan yang alot hingga Silalahi dan Raja Tambun melakukan walkout dari forum.
Tidak sampai disitu si 7 turpukpun ingin memindahkan saring-saring (kerangka oppu silahisabungan yang ada di dolok parmasan ke tugu yang direncanakan, hal itupun tidak diijinkan Silalahi dan Raja Tambun.
Walau tidak diikuti Silalahi dan Raja Tambun pembangunan tugupun tetap dilakukan si 7turpuk hingga tgl 23-27 -1981 diresmikan.
Untuk menjaga kemungkinan terburuk Silalahi dan Raja Tambun berinisiatif untuk memugar kembali Kuburan Oppu Raja Silahisabungan dengan mendirikan tambak na pir dan kokoh lengkap dengan patung Ompu Raja Silahisabungan dengan patung ke tiga istrinya serta dihiasi relief perjalanan hidup Ompu Raja Silahisabungan. Dalam pemugaran itu tetap tidak menghilangkan nisan yang lama karena sampai sekarang ada terlihat didalam bangunan tambak tersebut.
            Adapun pernyataan si Raja Tambun dalam pendirian dan setelah diresmikan  tugu yang ada di Paropo adalah sebagai berikut :
Menimbang :
            1. Ala tingki on gabe tutu sada nari pandapot na mandok 2 (dua) halak do hape silahisabungan jala 8 (walu) halak anaknya, gabe mangkorhon perpecahan dipomparan ni Silahisabungan, alani i, Pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna di Kota besar Medan porlu manontuhon sikap / pendirian.
            2. Ala adong tahi ni sepihak laho pajongjonghon Tugu / makam ni Ompu Silahisabungan di Paropo, mangkorhon perpecahan alani on :
Pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna se kota besar Medan porlu manontuhon sikap / pendirian.
            3. Ala naung adong hian TAMBAK ni Omputta Silahisabungan di Dolok Parmasan Pangururan, jala adong tahi naeng mamagar manang padengganton Tambak i Punguan Pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boru se kota besar Medan MANOLOPI ULAON NA DENGGAN I.

Mengingat :

1. Tona ni ompunta sijolo-jolo tubu naung taparmudarhon sian na jolo sahat tu sadarion na mandok : 3 (tolu) halak na nialap ni (Ompunta boru) Silahisabungan jala 9 (sia) halak do anakna.
2. Poda ni Ompunta tu sude pinomparna mandok : ingkon parmudarhonon jala ingkon ulahonon do sude isi ni Padan Sagu-sagu Marlangan dohot Dengke hilaean binahen ni ompunta Silahisabungan tu sude anakhonna i ma :
Manontuhon / manolophon 


                Parjolo :
            Punguan pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna sekota besar Medan ndang parsidohot jala ndang panolopi tu na pajongjong / paojakhon TUGU / MAKAM Silahisabungan di Paropo ala menimbulkan perpecahan.
Paduahon :
Punguan pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna sekota besar Medan manolopi jala parsidohot tu pemagaran / padenggan Tambak ni Ompunta Silahisabungan naung adong di Dolok Parmasan Pangururan.
Patoluhon :
            Nasa na dohot sian pomparan ni Datu Gontan Tambunan Lumban Pea na hundul di Panitia tugu / makam Silahisabungan di Paropo, dang utusan jala ndang na mamboan goar ni punguan Datu Gontan Tambunan Lumban Pea anak dohot boruna.
                             Paopathon :
3 (tolu) halak do na tangkas binoto ripe / nialap ni Ompunta Silahisabungan ima :
1. Boru Sibaso Nabolon 
2. Pinggan Matio boru Padang Batanghari
3. Sanggul meleng-eleng boru ni Raja Mangarerak 
                           Palimahon :
9 (sia) halak do anak ni Ompunta Silahisabungan ima :
- Tubu ni Ompunta Sibaso Nabolon : 1 (sada) Silalahi (Silalahi Raja)
- Tubu ni Ompunta Pinggan Matio ima :
1. Sihaloho
2. Situngkir
3. Romasondi
4. Sidebang
5. Sinabutar
6. Sinabarita
7. Pintubatu 
- Tubu ni Ompunta sanggul Meleng-eleng boru ni Raja Mangarerak (boru Manurung) 1 (sada) ima si Raja Tambun.


BAB III
Asosiasi Sipangkar
Pengertian Asosiasi
                    Asosiasi klan yaitu semacam perkumpulan oarang – orang yang bermarga sama dengan tradisi suku batak, memenag tidak indentik dengan marga dalam pengertian asli. Menurut Sitor Situmorang Asosiasi tersebut berasal dari tradisi bermarga diakmpung asalnya. Asosiasi semacam itu berkembang menyesuiakan  diri dengan perkembangan modern dalam gaya fisiknya tetapi tetap menjadi tempat berpaling baik secara ekonomis untuk kelangsungan hidup maupun secara psikologis dan sosial sebagai tempat menampung dan menjaga indentitas dan tidak ekslusif dalam arti buruk.
Fungsi Sosial Asosiasi Klan
                    Jelas ahkirnya bahwa asosiasi klan orang batak di medan melakukan kegiatan dalam arti usaha tolong – menolong diantara sesama anggota di bawah pengaturan asosiasi. Ada pengurus yang terpilih, mempunyai iuran setiap anggota yang dibayar setiap bulannya dan pertahunnya. Asosiasi sangat membantu para anggotanya berbagai hal , terutama yang menyangkut kesulitan ekonomi tanpa memperinci bentuk bantuan yang bisa di sanggupi oleh asosiasi klan. Dalam kenyataannya bantuan itu digolongkan dalam bantuan sosial dalam situasi darurat ataupun kemalangan baik secara kelompok asosiasi tersebut ataupun melalui individual dari anggota asosiasin klan tersebut. Dana yang dimiliki oleh asosiasi klan yang ada dimedan ini terbatas keperluannya karena sumber dana hanya dari uang iuran ataupun uang masuk saja, sehinnga para anggota asosiasi klan tidak dapat meminjam modal ke asosiasi.
Tradisi Marga Dalam Asosiasi Klan
                    Asosiasi klan bentukknya yang adda di medan dalam bentuk punguan sipangkar, pada hakekatnya adalah bukan marga, tetapi ini merupakan bentuk wujud masyarakat Sali dari daerah asalnya yang merantau ke daerah lain. Marga bukan saja suatu organisasi keturunan yang di turunkan dari sistem patrilineal tetapi terdiri juga dari berbagai komponen seperti satu sama lain dan senyawa. Sebagai contoh, sipangkar merupakan termasuk silalahi ssbungan merupakan marga, dimana marga dari berbagai daerha berkumpul dan mengumpulkan tulang – tulang raja mereka yang terlebih dahulu yang diangggap mereka itu adalah keramat dan disimpan di dalam tugu yang dimana di tugu ini a=dijadikan mereka sebagai pusat adat leluhur yang sangat dihormati dan dijadikan sebagi tempat pemujaan secar adata ( religi ), menjiwai ritual ( upacara ) adat oleh marga yang bersangkutan baik di daerah asal maupun di tempat perantauan. Tugu silalahi sabungan sekarang berada di paropo.
                    Marga mrncakup sistem religi ( adat ) dan sistem teritolial. Orang batak toba dapat mempertahankan adat – istiadat dan berbagai upacara yang berhubungan dengan adat – istiadat. Marga merupakan suatu penuyuban dalam aslinya diliputi tradisi adat berdasarkan paham magisreligius ( pemujaan leluhur sebagai sumber norma dan pahala ), yang terungkap dalam doa – doa tradisional dan diperlambangkan dalam tata tertip upacara yang rumit.

BAB IV
Kesimpulan
                    Masyarakat batak toba sebagai masyarakat yang menciptakan marga – marga sebagai indentitas pribadi. Marga merupakan landasan munculnya dalihan na tolu yang kemudian menjadai dasar fundamental hubungan sosial dan adat batak toba. Struktur kemasyarakatan batak tobadapat dilihat dari struktur marga antara lain sistem perkawinan yang di luar marganya. Marga menjadi dasar pementukan huta, dan marga awal membentuk asosiaisi di daerah perantauan dengan adanya undang – undang dasar ataupun anggaran dasar suatu asosiasi tersebut. Asosiasi sangat membantu anggotanya, baik itu dalam bentuk keuangan atau pun dalam bentuk lain.

 BIUS SILALAHI SABUNGAN

            Dalam kultur masyarakat Batak terdahulu mengenal suatu perhelatan
akbar yang disebut HORJA BIUS. Dahulu kala, Horja bius merupakan hukum
adat tertinggi dalam persekutuan masyarakat Batak (yang nota bene
terdiri atas beberapa marga) dalam suatu wilayah / huta. Disemua
bagian tanah Batak yang didiami keturunan/marga tertentu pastilah
memiliki suatu Bius sebagai pengukuhan yang syah untuk generasi mereka
yang akan datang.
            Pimpinan tertinggi dari bius ini adalah berasal dari Raja Marga
Sipungka Huta. Yang dimaksud Raja Marga Sipungka Huta (Raja Bius)
adalah golongan marga perintis (Penguasa) yang mendiami sekaligus
pengukuhan kepemilikan wilayah / huta tersebut bagi marga-marga
pendatang. Bius sangat dihormati sebagai hukum dan ikatan persatuan
antara marga-marga Sipungka Huta dengan marga-marga pendatang di
wilayah / huta itu.
            Kegiatan ini disebut Horja Bius. Horja Bius hanya dapat dilakukan oleh
Marga Sipungka Huta. Di Pangunguran (Samosir) misalnya, dikenal bius
Sitolu Hae. Disebut Sitolu Hae karena di wilayah ini terdiri dari 3
(tiga) marga Sipungka huta, yaitu marga Naibaho keturunan Sirajaoloan,
marga Simbolon keturunan Simbolontua dan Sitanggang keturunan
Muntetua.
            Naibaho terdiri atas marga-marga Siahaan, Sitangkaraek, Sidauruk,
Sihutaparik dan Siagian. Simbolon terdiri atas marga-marga Nadeak,
Tamba, Simbolon dan Silalahi ( sebagai Boru). Sitanggang terdiri atas
marga Sitanggang, Sigalinging, Raja Pangadat dan Malau ( sebagai
Boru ). Artinya, marga Silalahi dan marga Malau adalah sebagai
pendatang yang dikukuhkan marga Sipungka huta mendiami wilayah / huta
Pangunguran.
            Demikian halnya dengan Silahi Sabungnan di huta Silalahi , Paka-Dairi.
Bius Silahisabungan berada di Silalahi Nabolak, yang disebut Bius
Parsanggaran yang terbagi atas 3 (tiga) turpuk yakni :
(1) Bius Siopat Turpuk ( Sihaloho, Rumasondi, Sidabariba, Pintubatu)
(2) Bius Sitolu Tupuk ( Situngkir, Sinabutar, Sidebang)
(3) Bius Tambun.

Dengan kata lain, pengukuhan ini adalah untuk mengukuhkan bahwa marga-marga diatas adalah pemilik tanah waris dari leluhur mereka Silahi
Sabungan.

Catatan:

            Keturunan Silahisabungan ( marga Silalahi ) yang ada di Samosir
(Pangunguran, Parbaba, Tolping, Sibisa ) adalah sebagai marga
pendatang. Faktanya, marga Silalahi bukan sebagai Sipungka Huta,
artinya marga Silalahi tidak memiliki kapasitas menjadi Raja Bius.
( Sumber : Buku, Sejarah Raja Silahisabungan , oleh. J.Sihaloho ;
Artikel, Bius , oleh. A.Alden Sihaloho )
            Demikian halnya dengan Bius Tolping yang terdapat di negeri Ambarita-
Samosir adalah campuran berbagai marga, di antaranya :
1. Raja Bona ni Ari, dipangku marga Sihaloho
2. Raja Pande Nabolon, dipangku marga Silalahi
3. Raja Panuturi, dipangku marga Silalahi
4. Raja Panullang, dipangku marga Sigiro
5. Raja Bulangan, dipangku Marga Sidabutar (Nai Ambaton)
6. Raja Pangkombari, dipangku marga Siallagan
Kampung (huta) di bius Tolping masih minim dibandingkan dengan Bius
lain di pulau Samosir. Dan yang paling penting untuk diperhatikan
adalah “tidak ada” istilah marga atau nama Silalahi Raja di Bius
Tolping ( Samosir ). Kampung yang terdapat di Tolping adalah:
1. Lumban Sihaloho
2. Lumban Sigiro
3. Lumban Parnomangan
4. Lumban Sidabutar
5. Lumban Silalahi
6. Lumban Dolok
7. Lumban Barat
8. Lumban Rihit
9. Lumban Siallagan
10. Lumban Siadang Aek
11. Lumban Parhorasan
12. Lumban Sinaborno
13. Lumban Tonga–tonga
14. Lumban Tinggi
15. Huta Tolping-tolping
16. Huta Siarsam Sada
17. Huta Siarsam Dua
18. Huta Siarsam Tolu
19. Lumban Batu
20. Sosor Galung
MARGA SILALAHI DI BIUS PANGURURAN
            Kedudukan marga Silalahi ( bukan Silahi Sabungan ) di Bius Pangururan
adalah rendah, hal ini adalah fakta bahwa marga Silalahi ( keturunan
Silahi Sabungan ) hanyalah marga pendatang di Pangururan.Dan sekali
lagi untuk diperhatikan , “tidak ada” istilah marga atau nama Silalahi
Raja di bius Pangururan.
Marga Tanah (Partano Golat) di Pangururan yang disebut Sitolu Hae
Horbo adalah :
1. Marga Naibaho
2. Marga Sitanggang
3. Marga Simbolon
                        Dari marga tanah ini terbentuk Raja partali dari cabang tiap – tiap
marga atau marga pendatang yang masuk marga tanah, misalnya :
1. Dari marga Naibaho, dibentuk Raja Partali Naibaho Siahaan,
Hutaparik, Sitangkaraen, Sidauruk, dan Siagian.
2. Dari Marga Sitanggang, dibentuk Raja Partali Sitanggang,
Sigalingging, Malau, dan Sinurat.
3. Dari Marga Simbolon, dibentuk Raja Partali Simbolon, Tamba,
Nadeak, dan Silalahi.



            Hubungan kekerabatan marga Silalahi dengan marga Simbolon masih rendah
tingkatnya karena marga Silalahi adalah Boru Natuatua dari
Simboluntuan , dan satu lagi : “ tidak semua marga Simbolon
“margelleng “(marboru) atau bahkan memiliki hubungan kekerabatan
kepada marga Silalahi “ di Pangururan , Samosir.

Pengertian Dolok Parmasan di Samosir.

            Di Samosir , pada umumnya setiap bius memiliki dolok Parmasan. Dolok
Parmasan disebut juga tano Parholian (tempat penyimpanan tulang-
belulang leluhur) atau tempat pemakaman kembali tulang belulang nenek
moyang sesuatu marga yang ada di bius itu. Di dolok Parmasan
pangururan terdapat kurang lebih 30 (tiga puluh) makam (tambak), salah
satunya makam (tambak) nenek moyang marga Silalahi yang ada di Bius
Pangururan. Marga Silalahi ( bukan Silalahi Raja ).
            Tulisan ini memang disadur dari berbagai sumber. Tetapi yang jelas
semua ini minim fakta tertulis (manuscift). Hal ini hanya sebagai
realita yang dapat digali saat ini, khususnya bagi kita keturunan
Silahi Sabungan dari Silalahi, Pakpak Dairi.
            Sejak 1967, sejak akan dimulainya pembangunan Tugu Silahi Sabungan di
bona pasogit Silalahi , Pak pak-Dairi, sekelompok marga Silalahi dari
Tolping, Pangururan,Ambarita menyatakan bahwa mereka adalah keturunan
tertua Silahi Sabungan yang diperkuat dengan tarombo Parna. Sejak saat
itu pula menentang pembuatan Tugu Silahi Sabungan di Silalahi Nabolak
dan sejak itu mereka eksis pula mencoba mengangkat marga Silalahi Raja
( apakah untuk membedakan dengan Silalahi dari Silalahi Nabolak) ,
sebagai keturunan Silahiraja, putra Silahi Sabungan dengan putri
Simbolontuan di Pangururan Samosir. Tetapi ini hanyalah menurut
mereka.
            Beryukur dengan hadirnya Hula-hula Silahi Sabungan , marga Manurung
dan Padang Batangari, yang akhirnya mengesahkan peresmian berdirinya
Tugu Silahi Sabungan Di Silalahi Nabolak, Pakpak-Dairi. Karena memang
tanpa kehadiran mereka, maka Tugu itu mungkin belum ada sampai saat
ini.

Keturunan Silahi Sabungan dari Silalahi Nabolak tetap eksis berdiri
dengan tarombo dan silsilan yang telah turun temurun terjaga dan
diwarisi oleh keturunannya. Fakta diatas adalah pencerahan bagi kita
keturunan Silahi Sabungan dewasa ini, bahwa Poda Sagu marlagan adalah
petuah bagi kita keturunan Silahi Sabungan. Dengan tidak mengurangi
rasa hormat sebagai sesama, kita yang memiliki marga Silalahi
keturunan dari Silahi Nabolak jangan pernah ragu memamaki marga
Silalahi, karena kita masih mengetahui asal turpuk kita yang
sesungguhnya.
            Diluar sana mungkin perdebatan sangat panas dan menyakitkan, tapi yang
jelas semua itu tidak perlu untuk dibesar-besarkan, apalagi utnuk
berbantah-bantahan. Gondang kita aja kita tor-tori. Beda kalau gondang
kita ditor-tori orang lain, bukan masalah. Yang jelas kita sendiri
lebih tau dan mengenal diri kita sendiri.

Realita Kehidupan Seorang Mahasiswa

Realita Kehidupan Seorang Mahasiswa
Dwi Theresia Sipangkar
Mahasiswa Antropologi Unimed
NIM : 3103122006
PENDAHULUAN
Beberapa waktu yang lalu, mahasiswa antropologi semester 1 diminta untuk belajar untuk membuat hasil penelitian dari buku METODE PENELITIAN. Disini mahasiswa dituntut agar menghasilkan suatu karya ilmiah yang telah ditelitinya dengan memakai teori yang tepat untuk meneliti. Padahal tidak bisa dipungkiri kalau saya awalnya sulit dalam melakukannya, karena inilah yang pertama bagi saya diminta untuk membuat karya ilmiah dengan penelitian yang saya lakukan. Tetapi dalam hal ini, saya mencoba untuk membuatnya, karna bagi saya sebelum mencoba tidak boleh menyerah, kalau tidak sekarang dimulai mau kapan lagi. Makanya tugas ini dapat terselesaikan karena dibantu oleh buku yang diberikan kepada saya.
Sebuah Realitakah Jika Seorang Mahasiswa Dikatakan Agent Of Social Change??????
          Mahasiswa memang sering dikait – kaitkan sebagai Agent Of Social Change ( agen perubahan ) bagi masyarakat. Sebutan ini sangat berharga bagi sseorang mahasiswa yang sedang menimba ilmu, terkadang mahasiswa pun banggga dengan sebutan tersebut. Mahasiswa memang sangat erat dengan perubahan yang terjadi di sekitarnya, inilah makna dari agent of social change. Namun saat ini, sebutan tersebut sudah menjadi beban yang berat bagi mahasiswa dikarenakan mahasiswa masakini seperti telah berubah orientasinya. Realita ini lah yang menunjukkan bahwa mahasiswa sekarang lebih cenderung individualistik dan menekankan profit oriented.  Dimana pengabdian masyarakat saat ini, hanya sebatas retorika dan fatamorgana absolut yang sulit dicapai dengan keikhlasan yang dulu cukup terlihat dikalanggan akademis
            Memang sulit kita bayangkan, disaat seperti ini masih ada pemujaan keikhlasan. Meskipun kita akui jarang hal tersebut itu terjadi. Menurut  saya, klaim mahasiswa sebagi agent of change merupakan pengindahan dan pemujaan berlebihan terhadap dunia kampus yang pada realitasnya nihil ( omong kosong ). Inilah realitas konkret tak terbantahkan , dimana ruang – ruang sosial dibungkam dan digadaikan denganyang namanya finance. Ini salah satu dari interpretasi Agent Of Socia Change. Saya tidak memunafikan perjuangan kawan – kawan mahasiswa  lainnya dalam mengabdikannya kepada publik. Namun saat ini, dunia kampus kita di dominasi dengan hal yang demikian.
Padahal harus kita akui bahwa saat ini, masyarakat kita sangat membutuhkan kehadiran agent – agent of change yang unggul untuk dapat menbawa komunitasnya ke arah yang lebih baik. Kita lihat saja, komonitas – komunitas yang ada di pendalaman yang pada umumnya berpendidikan relatif rendah dan hal yang nyata lagi jika kita buka mata kita untuk melihat kondisi pendidikan bangsa ini yang masih tidur dalam buaian kebodohan.
Apa yang menyebabkan hal itu dapat terjadi ???
Banyak hal yang dapat menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya keadaan mahasiswa yang sekarang ini sangat sulit untuk mengabdiakn diri kepada masyarakat. Menurut saya, hal tersebut terjadi jika seorang mahasiswa menuntut ilmu di perguruan tinggi hanya keinginan dari orangtua, apalagi alasan kuliah itu hanya karena ingin dekat dengan gebetan ataupun dengan pacar. Mau tidak mau, itu semua merupakan realita yang ada di kampus yang saat ini ataupun karena faktor latar belakang kedudukan sosial orangtuanya. Contohnya, fanny mahasiswa unimed, dia masuk unimed karena keinginan dan paksaan orangtuanya yang meninginkan fanny untuk menjadi seorang guru.
Dari contoh tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tidak semua orang yang kuliah, berdasarkan hati nurani mereka. Sangat disayangkan memang, disaat begitu banyak orang yang berupaya keras untuk bisa sekolah setinggi – tingginya, tetapi dilain tempat masih banyak juga yang bersekolah bukan berasal dari keingginan pribadi. Ini yang menjadi permasalahan yang menyebabkan kualitas pendidikan di indonesia rendah dan mahasiswa tidak dapat mengabdikan diri menjadi agent of social change. Menurut saya, masalah latar belakang atau visi misi mengapa harus sekolah setinggi – tingginya hingga saat ini merupakan hal fundamental. Karena apa ??? yah. Karena pendidikan merupakan suatu pilihan, suatu tanggung jawab , dan akan menjadi proyeksi pemikiran kedepan. Jika visi misi saja sudah tudak berasal dari hati nurani bagaimana mau bergerak untuk kepentingan orang lain ataupun mengabdikan diri kepada masyarakat sebagai agent – agent of social change. Sehingga dapat dikatakan niat hati nurani merupakan idealisme.
Tulisan ini tak berprentensi apa – apa, apalagi membunuh karakter seorang mahasiswa karena saya pun seorang mahasiswa. Ini hanya sekedar imengingatkan, bahwa saat ini kita tengah berada di jurang yang maha dahsyat yang bakal membinasakan kebanggaan kita sebagai mahasiswa. Citra kita hampir sirna, apalagi jika kita selidiki kasus demi kasus dari fenomena ke realita yang berada di samping kita, dunia mahasiswa penuh cerita yang memprihatinkan. Salah satu cara jitu untuk menemukan kejayaan kita lagi dimata masyarakat sebagai agent of social adalah dengan mencoba kembali merangkul masyarakat sebagai komunitas yang membutuhkan kita. Bagaimanapun, kehadiran kita di tengah – tengah mereka setidaknya akan menambah nilai plus kehidupn mereka dalam rangka kemajuan bangsa. Dan sudah tentu, usaha ini membutuhkan integrasi kita sebagai kaum terdidik dan akan menjadi kaum pendidik untuk sama – sama terjun mengabdikan diri pada masyarakat tanpa profit oriented yang kini menjadi sangat trendy. Semestinya ini  bisa kita lakukan, mengingat bangsa kita sekarang tengah berada dalam nuansa yang amat sangat tertinggal terutama dalam pendidikan. Ekstensi mahasiswa lah sebagai penunjang dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan bangsa ini yang saat ini tengah kompetisi global yang multiketat.
Bagaimana cara untuk mengubah citra mahasiswa dimata masyarakat?
          Cara yang paling utama dibutuhkan visi misi yang murni yang berasal dari dirinya, Bukan dari orang lain yang berdampak pada pandangan seorang mahasiswa yang lebih pantas disebut denag idealisme agent of change. Bagi mereka yang beridealisme tinggi, mereka akn sadar dan peduli akan apa yang terjadi di kampus mereka. Sehingga hati nurani mereka akan bergerak memberikan kontribusi apapun demi kepentingan bersama.
Disini lah peran oraganisasi kampus. Organisasi kehasiswaanpun berasal dari orang – orang yang memiliki idealisme yang tinggi. Peran aktif seorang mahasiswa merupakan obor dunia kampus dan semangat mahasiswa merupakan pengerak kampus. Maka tak heran hubunganya sangat sinergis antar organisasi mahasiswa dengan mahasiswa. Lain halnya bagi mereka yang tidak mempunyai idealisme, mereka bersikap acuh tak acuh dengan segala sesuatu yyang terjadi di sekitar, sikap yang benar – benar bukan mencerminkan intlektual bangsa. Jika idealisme sudah tumbuh di dunia kampus, maka tidak akan terdegar lagi adanya perselisihan yang dapat mencoreng makna hakiki dari instansi pendidikan (perguruan tinggi ).

permainan cinta

Permainan Cinta
by : Therhechiea
Cinta....
Yah, kata itu lah yang sedang aku rasakan saat ini
Awalnya ini tidak pernah muncul
Tetapi
Seseorang telah memulainya
Aku terjerumus ke dlam sebuah permainkan yang sangat menyakitkan hati ku,
Apakah harus ku rasakan pahitnya cinta seperti dulu ???
Belumkah puas orang menyakiti perasaan ku,
Apa aku salah dalam menggunakan perasaan ku???
Apakah aku terlalu jahu dalam ini semua??
Ketika ku mencintai orang yang salah
Aku takut untuk memulai ini semua
Aku takut terluka untuk yang ke dua kalinya
Cukupppp......cukupp...daan cccuuuukkuuppppp
Aku sudah cukup dengan perasaan ku iniiii
Sudahi perih ini semua.

KEBUDAYAAN PAKPAK DAN PETANI KOPI DI SIDIKALANG
BY
DWI THERESIA SIPANGKAR
3103122006

Pendahuluan
Orang batak dewasa ini, untuk bagian terbesar mendiami daerah peguungan sumatra utara, mulai dari perbatasan daerah istemewa Aceh di uatara sampai  ke perbatasan dengan riau dan sumatra barat di sebelah selatan. Selain daripada itu, orang batak juga mendiami tanah datar yang berada di daerah pegunungan dengan pantai timur sumatra utara dan pantai barat sumatra utara. Dengan demikian, maka orang batak toba ini mendiami dataran tinggi karo, langkat hulu, deli hulu, serdang hulu, simalungun, dairi, toba, humbang, silindung, angkola, dan mandailing dan kabupaten tapanuli tengah.
Suatu hal yang menguntungkan bagi orang batak ialah bahwa sejak zaman sebelum kemerdekaan jaringan jalan raya telah mencapai sampai daerah ke pelosok – pelosok. Dengan demikian maka prasarana yang menghubungkan dan memperkenalkan orang batak dengan dunia luar telah tersedia.
Suku bangsa batak, lebih khusus terdiri dari sub – suku – suku bangsa :
1.    Karo yang mendiami suatu daerah induk yang meliputi dataran tinggi karo, langkat hulu, deli hulu, serdang hulu, dan sebagian dari dairi
2.    Simalungun yang mendiami daerah induk simalungun
3.    Pakpak yang mendiami  daerah induk dairi
4.    Toba yang mendiami suatu daerah induk yang meliputi  daerah tepian danau toba, pulau samosir, dataran tinggi toba, daerah asahan, silindunng, daerah antara barus dengan sibolga dan daerah pegunungan pahae dan habinsaran
5.    Angkola mendiami daerah induk angkola dan sipirok sebagian dari sibolga dan batang toru dan bagian utara dari padang lawas
6.    Mandailing yang mendiami daerah induk mandailing, ulu, pakatan, dan bagian selatan dari padang lawas.
Pada masa sekarang, banyak orang batak dari berbagai sub – suku bangsa tersebut diatas menyebar ke lain – lain daerah, tidak hanya ke sumatra timur dan kota medan, tetapi juga ke lain tempat di indonesia terutama jawa khususnya jakarta.
Kabupaten Dairi merupakan salah satu dataran tinggi di propinsi Sumatera  Utara dengan ibukotanya Sidikalang, memiliki lahan pertanian dan hutan yang sangat luas, daerah ini di huni oleh beberapa suku yang hidup secara berdampingan antara lain suku Pak Pak yang diyakini suku asli daerah ini, juga suku Batak, Karo, Jawa dan lain lain.
Pada umumnya pekerjaan masyarakat sehari hari adalah kebanyakan bertani, berbagai macam tanaman yang mereka usahakan seperti kopi, sayuran, padi sawah dan darat, jagung, cacao, Jeruk, nilam dan lain sebagainya, diantara semua tanaman ini yang paling terkenal adalah tanaman  kopi, yang biasa disebut kopi Sidikalang. Areal produksi kopi robusta dan arabica terbesar di 13 Kecamatan di Kabupaten Dairi. Luas perkebunan kopi robusta adalah 14.117 Ha dengan produksi 6.7 ribu ton per tahun sedangkan perkebunan kopi arabica seluas berproduksi produksi 2.6 ribu tahun, menurut Dinas Komunikasi dan Informatika, Sumatera Utara.
     Pola pertanian yang dilakukan masyarakat secara umum masih secara tradisional walau ada beberapa daerah yang sudah memakai teknologi modern, dan menggunakan pupuk kimia. Seiring bertambahnya penduduk maka kebutuhan akan lahan pertanian juga meningkat, sehingga ada pembukaan kawasan hutan untuk lahan pertanian, hal ini disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi hutan serta ketidakjelasan antara batas hutan dan lahan pertanian, serta lemahnya pengawasan dari pemerintah. Sama halnya dengan perkebunan kopi oleh para petani yang dari tahun ketahun terus bertambah, dimana beberapa areal perkebunan berada dalam kawasan hutan, sistem budidaya kopi di daerah ini juga belum begitu maksimal karena kurangnya pengetahuan mengenai budi daya kopi, seperti pemangkasan cabang, penggunaan tanaman pelindung, pemupukan dan pengomposan, serta pengetahuan mengenai hama dan penyakit tanaman.   Selain itu para petani dan pedagang, jarang sekali mendapat arahan atau pembelajaran tata cara pemeliharaan mutu kopi paska panen serta pengolahan kopi yang baik, dari berbagai faktor inilah nama kopi Sidikalang kian memudar. 
Kondisi ini sangat penting dan mendesak untuk segera diperbaiki oleh berbagai pihak antara lain, pemerintah daerah, masyarakat petani kopi, pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Sehingga lingkungan terutama kawasan hutan tetap terjaga dan masyarakat mendapat maanfaat dari usaha perkebunan kopinya, sehingga citra kopi Sidikalang bisa semakin terkenal di dalam maupun luar negeri, karena kebanyakan pembeli dari luar negri mengutamakan kopi yang berwawasan lingkungan. 
1.    Kebudayaan pakpak
Suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Pulau Sumatera Indonesia dan tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara dan Aceh, yakni di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan( Sumatera Utara), Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Sabulusalam (Provinsi Aceh)
Suku Pakpak terdiri atas 5 subsuku, dalam istilah setempat sering disebut dengan istilah Pakpak Silima suak yang terdiri dari :
1.    Pakpak Klasen (Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara)
Suku pakpak klasen adalah Suku Pakpak juga berdomisili di wilayah Parlilitan yang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan dan wilayah Manduamas yang merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah.
2.    Pakpak Simsim (Kabupaten Pakpak Bharat Sumatera Utara)
Suku pakpak simsim adalah Suku Pakpak yang berdomisili di Kabupaten Pakpak Bharat.
3.    Pakpak Boang (Kabupaten Singil dan kota Sabulusalam-Aceh)
Pakpak Boang adalah suku pakpak yang berdomisili di Aceh khususnya di Kabupaten Aceh Singkil dan kota Sabulusalam.
4.    Pakpak Pegagan (Kabupaten Dairi Sumatera Utara)
Suku pakpak Pegagan adalah suku pakpak  yang bermukim di Sumbul sekitarnya.
5.    Pakpak Keppas (Kabupaten Dairi Sumatera Utara)
suku pakpak keppas adalah suku pakpak yang tinggal di kota Sidikalang dan sekitarnya.
Dalam administrasi pemerintahan Suku Pakpak banyak bermukim di wilayah Kabupaten Dairi di Sumatera Utara yang kemudian dimekarkan pada tahun 2003 menjadi dua kabupaten, yakni:

1.    Kabupaten Dairi (ibu kota: Sidikalang)
2.    Kabupaten Pakpak Bharat (ibu kota: Salak)
Suku bangsa Pakpak mendiami bagian Utara, Barat Laut Danau Toba sampai perbatasan Sumatra Utara dengan provinsi Aceh (selatan). Suku bangsa Pakpak kemungkinan besar berasal dari keturunan tentara kerajaan Chola di Indiayang menyerang kerajaan Sriwijaya pada abad 11 Masehi.
A.    Sejarah Perkembangan dan Persebaran Kelompok Suku Bangsa Pakpak
Hingga saat artikel ini ditulis, belum ditemukan bukti yang autentik dan pasti tentang asal-usul dan sejarah persebaran orang Pakpak. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan beberapa variasi. Pertama, dikatakan bahwa orang Pakpak berasal dari India yakni pedagang-pedagang India yang menetap di Barus dan daerah Pantai Singkil dan selanjutnya masuk ke pedalaman sepanjang daerah Pakkat sampai ke Singkil dan beranak pinak menjadi orang Pakpak. Alasannya adalah bahwa adanya kebiasaan tradisional orang Pakpak dalam pembakaran tulang-belulang nenek moyang dan Barus sebagai daerah pantai dan pusat perdagangan berbatasan langsung dengan Tanoh Pakpak. Kedua, orang Pakpak berasal dari Batak Toba yang merantau ke Tanoh Pakpak. Alasannya karena adanya kesamaan struktur sosial dan kemiripan marga-marga seperti yang sudah dijelaskan diatas. Ketiga, orang Pakpak memang dari sejak zaman dahulu kala sudah ada. Alasannya didasarkan pada folklore dimana diceritakan adanya tiga zaman manusia di Tanoh Pakpak, yakni Zaman Tuara (manusia raksasa), zaman si Aji (manusia primitif) dan zaman manusia (homo sapien). Satu hal yang pasti umur masyarakat Pakpak itu hingga saat ini belum dapat ditentukan karena penemuan-penemuan bekas bekas tulang belulang yang dibakar dan mejan-mejan (patung batu) menunjukkan bahwa orang Pakpak sudah ada sejak Zaman Batu.
Sebagian orang Pakpak diperkirakan masuk ke Tanah Karo dan menetap disana. Ini dibuktikan dengan kedekatan bahasa antar Suku Karo dan Pakpak demikian juga marga misalnya Cibro (Sibero di Karo), Maha, Lingga (Sinulingga di Karo), dan lain-lain. Hal tersebut juga dikemukan seorang suku Karo yaitu Darwan Perangin-angin bahwa Ginting Sini Suka menurut cerita lisan Karo berasal dari Kelasen (Pakpak) berasal dari Lingga Raja di Pakpak. Sementara itu ada juga marga-marga Pakpak yang berasal dari Toba menetap di Tanoh Pakpak dan menjadi Raja Kuta seperti marga Kabeaken dari Habeahan (Pasaribu), marga Lembeng (Limbong), Sagala, Kaloko (Haloho), dan lain-lain.
Berdasarkan dialek dan wilayah persebarannya, Pakpak dapat diklasifikasikan menjadi lima bagian besar yang disebut Suak, yaitu:
1.Pakpak Simsim, yakni orang Pakpak yang menetap dan memilki hak ulayat di wilayah Simsim meliputi wilayah Salak, Situje, Situju, Kerajaan, Pergetteng-getteng Sengkut, Tinada dan Jambu. Marga-marganya antara lain Berutu, Padang, Solin, Cibro, Sinamo, Boang Manalu, Manik, Banurea, Sitakar, Kabeaken, Lembeng, Tinendung dan lain-lain.
2.Pakpak Keppas, yakni orang Pakpak yang menetap dan memilki hak ulayat di wilayah Sidikalang, Siteelu Nempu, Siempat Nempu, Silima Pungga-Pungga, Tanh Pine,, Parbuluan, Lae Hulung. Adapun marga-marganya yaitu Angkat, Bintang, Capah, Ujung, Berampu, Pasi, Maha, dan lain-lain.
3.Pakpak Pegagan, yakni orang Pakpak yang menetap dan memilki hak ulayat di wilayah Pegagan meliputi Sumbul, Tiga Baru, Silalahi, dan Tiga Lingga. Adapun marga-marganya yaitu Lingga, Matanari, Maibang, Kaloko, Manik Sikettang, dan lain-lain.
4.Pakpak Kelasen, yakni orang Pakpak yang menetap dan memilki hak ulayat di wilayah Kelasen meliputi wilayah Parlilitan, Pakkat, Barus dan Manduamas. Adapun marga-marganya misalnya Tumangger, Tinambunan, Turuten, Maharaja, Pinayungen, Anak Ampun, Berasa, Gajah, Ceun, Meka, Mungkur, Kesogihen dan lain-lain.
5.Pakpak Boang, yakni orang Pakpak yang menetap dan memilki hak ulayat di wilayah Boang meliputi Aceh Singkil yakni Simpang Kiri, Simpang Kanan, Lipat Kajang dan Kota Subulussalam. Adapun marga-marganya misalnya Saraan, Sambo, Bancin, Kombih, Penarik, dan lain-lain.
Marga (Raja) Matanari, Manik dan Lingga adalah keturunan Papak Suak Pegagan (disebut si Raja Gagan ataupun si Raja Api). Si Raja Api adalah salah seorang dari Pitu (7) Guru Pakpak Sindalanen (yakni keturunan Perbuahaji) . yang cukup terkenal ilmu kebatinannya (dukun yang disegani , ditakuti dan tempat belajar atau berguru ilmu kebatinan) diketahui melalui legenda yang cukup terkenal di daerah Pakpak, Karo Simalem dan mungkin juga di Gayo ..? (Alas). Apabila Pitu Guru Pakpak Sindelanan bersatu, maka dianggap sudah lengkaplah ilmu kebatinan yang dipelajari orang pada zaman dahulu, yakni meliputi:
1. Raja Api (Raja Gagan) di daerah Pakpak Suak Pegagan, adalah dukun (datu) yang mempunyai ilmu kebatinan Aliran Ilmu Tenaga Dalam, yang menyerupai tenaga Api (misalnya disebut: Gayung Api, apabila kena pukulanya akan terbakar atau gosong, Tinju Marulak, yakni justru orang yang memukulnya yang mengalami efek pukulan, dan lain lain), Ilmu kebatinan yang dikuasai dan dikembangkan si Raja Api dan keturunnya berkaitan dengan pembelaan diri, berkelahi, dan berperang melawan musuh.
2. Raja Angin di daerah Pakpak Suak Keppas, adalah dukun yang mempunyai ilmu kebatinan sperti tenaga angin. Kalau angin kuat berhembus (topan) dapat merobohkan yang kuat dan besar. Kalau angin berhembus lambat, tidak akan terasa dan tidak dapat dilihat, tetapi mereka ada. Jadi dapat tiba-tiba si Dukun (yang mempunyai ilmu ini) tiba-tiba ada di depan mata kita.
3. Raja Tawar pergi ke Tanah Karo Simalem, adalah dukun yang mempunyai ilmu kebatinan berkaitan dengan obat-obatan ramuan tradisional. Terbukti di daerah tanah Karo Simalem berkembang ilmu pengobatan Ramuan Tradisional, pengobatan Patah Tulang, luka terbakar dan lain lain, yang kadang kala lebih hebat dari pengobatan ilmu medis (kedokteran).
4. Raja Lae atau Lau atau Lawe yang pergi ke daerah Tanah Karo Simalem atau daerah Gayo-Alas. Lae = lau = lawe berarti air (bahasa suku Toba disebut aek). Raja Lae adalah dukun yang mempunyai ilmu kebatinan yang dapat mendtangkan hujan, mencegah turun hujan di suatu tempat atau mengalihkan hujan dari satu tempat ke tempat lain (disebut Pawang Hujan).
5. Raja Aji di daerah Pakpak Suak Simsim sekitar kecamatan Kerajaan, Salak dan sekitarnya. Raja Aji adalah dukun yang mempunyai aliran ilmu Membuat dan Pengobatan penyakit Aji-ajian (Guna-guna, misalnya Aji Turtur, Gadam,Racun, dan lain lain).
6. Raja Besi di daerah Pakpak Suak Kellasen, adalah dukun yang mempunyai ilmu kebatinan yang berhubungan alat-alat terbuat dari besi. Misalnya ilmu tahan (kebal) ditikam dengan pisau, kebal digergaji, terhindar dari atau kebal peluru senjata api, dan lain lain.
7. Raja Bisa di daerah Pakpak Suak Boang, adalah dukun yang mempunyai ilmu kebatinan yang berhubungan dengan pembuatan dan Pengobatan yang ditimbulkan oleh Bisa, missal bisa ular, kalajengking, lipan, laba-laba, dll
Setelah si Raja Api mempunyai keturunan 3 orang anak laki-laki, maka salah seorang putranya diberi nama Raja Matanari (berasal dari arti Matahari). Si Raja Api menginginkan ilmu/tenaga kebatinan yang dimiliki putranya harus melebihi tenga Api seperti yang telah dimilikinya. Keinginan si Raja Api, putranya harus mempunyai ilmu kebatinan/tenaga dalam menyerupai tenaga (kekuatan) Matahari.
Pada mulanya Pakpak Pegagan (si Raja Api), bapa dan kakeknya adalah manusia Nomade (mendapat makanan dari alam, hanya memanen hasil hutan dan hasil berburu binatang, menangkap ikan dan tinggal berpindah-pindah). Diduga mereka pertama sekali tinggal sekitar hutan Lae Rias dan Lae Pondom, sehingga perkampungan mereka yang pertama diyakini adalah di sekitar Lae Rias di hulu (takal) sungai Lae Patuk, yakni daerah di atas daerah Silalahi. Kuburan si Raja Api dan orangtuanya serta beberapa keturunannya Raja Matanari diduga disekitar hutan Lae Rias, yang menurut Legenda disebut daerah Sembahan (keramat) Simergerahgah. Simergerahgah adalah mpung si Perbuahaji (yang memperanakkan si Raja Api = Pakpak Pegagan) keturunan orang/suku Imigran dari India yang masuk dari daerah Barus.
Pakpak Suak Pegagan hanya ada tiga (3) marga yaitu Raja Matanari, Raja Manik dan Raja Lingga.
Sesuai dengan perkembangan kebudayaan, zaman dan sejarah akhirnya masing-masing keturunan 3 putra si Raja Api Pakpak suak Pegagan menempati daerah Balna Sikaben-kabeng dan Kuta Gugungserta sekitarnya (keturunan Raja Matanari), daerah Kuta Manik dan Kuta Raja serta sekitarnya (Raja Manik).dan daerah Kuta Singa dan Kuta Posong serta sekitarnya (Raja Lingga). Kuta (kampung) yang lain adalah perkembangan (pertambahan) pada generasi berikutnya.
Kali ini saya coba membuat resensi buku sejarah silsilah marga Manik yang berasal dari Pakpak Dairi,buku ini ditulis oleh Bp.Mansehat Manik,S.Pd salah seorang keturunan marga Manik dari Pakpak yang saat ini masih menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Pakpak Bharat juga anggota Majelis Pusat Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD).
Selama ini pihak keturunan Raja Borbor ataupun yang lebih kecilnya lagi keturunan Silau Raja dari Toba selalu mengklaim bahawa semua marga yang berbunyi Manik entah dari Toba,Damanik di Simalungun,Karo-Karo Manik di Karo dan Manik di Pakpak Dairi seakan-akan membuat sebutan “manik” adalah Hak Ekslusif dari pihak Toba semata.
Diceritakan dalam Sejarah Pihak Pakpak maka asal mereka adalah dari India Selatan yaitu dari Indika Tondal ke Muara Tapus dekat Barus lalu berkembang di Tanah Pakpak dan menjadi Suku Pakpak.Pada dasarnya mereka sudah mempunyai marga sejak dari negeri asal namun kemudian membentuk marga baru yang tidak jauh berbeda dengan marga aslinya.Tidak semua Orang Pakpak berdiam di atas Tanah Dairi namun mereka juga berdiaspora,meninggalkan negerinya dan menetap di daerah baru.
1. Sebagian tinggal di Tanah Pakpak dan menajadi Suku Pakpak “Situkak Rube:,”Sipungkah Kuta” dan “Sukut Ni Talun” di Tanah Pakpak.
2. Sebagian ada pergi merantau ke daerah lain,membentuk komunitas baru.Dia tahu asalnya dari Pakpak dan diakui bahwa Pakpak adalah sukunya namun sudah menjadi marga di suku lain.
3. Ada juga yang merantau lalu mengganti Nama dan Marga dengan kata lain telah mengganti identitasnya.
Diceritakan bahwa Nenek Moyang awal Pakpak adalah Kada dan Lona yang pergi meninggalkan kampungnya di India lalu terdampar di Pantai Barus dan terus masuk hingga ke Tanah Dairi,dari pernikahan mereka mempunyai anak yang diberi nama HYANG.Hyang adalah nama yang dikeramatkan di Pakpak.
Hyang pun besar dan kemudian menikah dengan Putri Raja Barus dan mempunyai 7 orang Putra dan 1 orang Putri yaitu :

1. Mahaji
2. Perbaju Bigo
3. Ranggar Jodi
4. Mpu Bada
5. Raja Pako
6. Bata
7. Sanggar
8. Suari (Putri)

     Pada urutan ke 4 terdapat nama Mpu Bada,Mpu Bada adalah yang terbesar dari pada saudara-saudaranya semua,bahkan dari pihak Toba pun kadangkala mengklaim bahwa Mpu Bada adalah Keturunan dari Parna dari marga Sigalingging,gimana bisa?sedangkan pada sejarah sudah jelas-jelas bahwa Mpu Bada adalah anak ke 4 dari Hyang..makanya perlu hati-hati jika memperhatikan pembalikan fakta sejarah yang sering dilakukan oleh Pihak Toba dewasa ini.
Anak Sulung,Mahaji mempunyai Kerajaan di Banua Harhar yang mana saat ini dikenal dengan nama Hulu Lae Kombih,Kecamatan Siempat Rube. Parbaju Bigo pergi ke arah Timur dan membentuk Kerajaan Simbllo di Silaan,saat ini dikenal dengan Kecamatan STTU Julu. Ranggar Jodi pergi ke arah Utara dan membentuk Kerajaan yang bertempat di Buku Tinambun dengan nama Kerajaan Jodi Buah Leuh dan Nangan Nantampuk Emas,saat ini masuk Kecamatan STTU Jehe. Mpu Bada pergi ke arah Barat melintasi Lae Cinendang lalu tinggal di Mpung Si Mbentar Baju. Raja Pako pergi ke arah Timur Laut membentuk Kerajaan Si Raja Pako dan bermukim di Sicike-cike.
Bata pergi ke arah Selatan dan menikah kemudian hanya mempunyai seorang Putri yang menikah dengan Putra Keturunan Tuan Nahkoda Raja.Dari sini menurunkan marga Tinambunen,Tumangger,Maharaja,Turuten,Pinanyungen dan Anak Ampun.
Sanggir pergi ke arah Selatan tp lebih jauh daripada Bata dan mmbentuk Kerajaan di sana,dipercaya menjadi nenek moyang marga Meka,Mungkur dan Kelasen. Suari Menikah dengan Putra Raja Barus dan memdiam di Lebbuh Ntua.
Marga Manik diturunkan oleh Mpu Bada yang mempunyai 4 orang anak yaitu :
1. Tndang
2. Rea sekarang menjadi Banurea
3. Manik
4. Permencuari yang kemudian menurunkan marga Boang Menalu dan Bancin.


B.    Adat Istiadat serta organisasi sosial Suku Pakpak
Masyarakat Pakpak mengenal hubungan Peradatan “Sulang Silima” yang agak mirip dengan “Dalihan Natolu” di masyarakat Toba dan “Sangkep Enggeloh/Rakut Sitellu” di masyarakat Karo. Adapun unsur sulang silima itu adalah:
a.Sukut;
b.Dengan sebeltek Si kaka-en (Saudara sekandung yang lebih tua)
c.Dengan sebeltek Si kedek-en (Saudara sekandung yang lebih muda)
d.Kula-kula/ puang (Kelompok pihak pengantin perempuan)
e.Berru (Kelompok pihak pengantin laki-laki).
Ada beberapa jenis Upacara Adat masyarakat Pakpak dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1.Kerja Njahat (Upacara Dukacita)
Misalnya Upacara Kematian (males bulung simbernaik, males bulung buluh, males bulung sampula), Upacara Mengankat Tulang Belulang (mengokal tulan) dan Upacara Membakar Tulang Belulang (menutung tulan).
2.Kerja Baik (Upacara Sukacita)
Misalnya Upacara Kehamilan (memerre nakan pagit), Upacara Kelahiran (mangan balbal dan mengakeni), Upacara Masa Anak-Anak (mengebat, mergosting), Upacara Masa Remaja (mertakil/sunat, pendidien/baptis, meluah/naik sidi), Upacara Masa Dewasa, Upacara Perkawinan (merbayo) dan Upacara Memberi Makan Orang Tua (menerbeb).
3.Upacara-Upacara Lain
Misalnya Upacara Mendegger Uruk, Upacara Merintis Lahan (menoto), Upacara Memepuh Babah/Merkottas, Upacara Pembakaran Lahan (menghabani), Upacara Menjelang Penanaman Padi (menanda tahun), Upacara Mengusir Hama (mengkuda-kudai), Upacara Syukuran Panen (memerre kembaen).
Masyarakat Pakpak mengenal beberapa bentuk perkawinan, yaitu:
a.Sitari-tari (Merbayo atau Sinima-nima), merupakan bentuk yang dianggap paling baik atau ideal karena hak dan kewajiban pengantin laki-laki dan perempuan telah terpenuhi.
b.Sohom-sohom, upacaranya sederhana dan dihadiri keluarga terdekat saja, semua unsur adat terpenuhi tetapi secara ekonomi lebih kecil.
c.Menama, disini pihak keluarga perempuan tidak setuju, sehingga dicari jalan lain dengan kawin lari, sehingga sebagai tanda rasa bersalah pengantin cukup membawa makanan (nakan sada mbari) sebagai tanda minta maaf dan pada suatu saat nanti mereka akan mengadati.
d.Mengrampas, artinya mengambil paksa isteri orang lain, sanksi untuk laki-laki adalah membayar mas kawin yang tidak mempunyai batasan.
e.Mencukung, hampi sama dengan mengrampas.
f.Mengeke, mengawini janda dari abang atau adik laki-laki.
g.Mengalih, seorang laki-laki mengawini janda baik bekas istri abang atau adiknya maupun istri orang lain.
Dalam merbayo (Upacara Perkawinan) dikenal beberapa tahapan, yaitu:
1.Mengirit/ Mengindangi (Meminang)
2.Mersiberen Tanda Burju (Tukar Cincin)
3.Mengkata Utang (Menentukan Mas Kawin)
4.Merbayo (Pesta Peresmian)
5.Balik Ulbas
Pandangan hidup masyarakat Batak Pakpak Dairi yang menjadi pegangan menjalani hidup ini bersumber dari Sangkp Ngglluh yang artinya Pelindung Hidup. Sangkp Ngglluh bagi masyarakat batak dairi adalah Nilai Budaya yang menjadi sumber sikap perilaku dalam kehidupan mereka bersosial budaya. Nama saja sudah pelindung hidup berarti Batak Pakpak Dairi meyakini bahwa dengan melaksanakan peri kehidupan berdasarkan Sangkp Ngglluh mereka akan selalu aman dan sejahtera.
Sangkp Ngglluh dalam tiga bentuk yaitu : Kula – kula atau Puang, Dengan Siboltok dan Berru. Dengan Siboltok adalah kawan semarga. Kula – kula adalah keluarga asal istri dan Berru adalah keluarga pengambil istri. Sistem kekerabatan batak pakpak dairi masih satu prisip dengan Dalihan Na Tolu.
Realisasi sikap prilaku berdasarkan Sangkp Ngglluh tadi di sebut Sangkp Adat atau Pelindung Adat, atau sering disebut Sulang Silima. Disebut sulang silima karena sikap prilaku pradatan di tuangkan dalam 5 bentuk persulangan atau perolehan seperti parjambaran pada Batak Toba. Kelima bentuk persulangan tersebut adalah : Prrisang – isang adalah kepala hewan adat dalam keadaan utuh untuk sukut atau tuan rumah yang menjadi kegiatan kerja adat. Prtulan Tngngah seperti Soit pada batak toba bagian kiri adalah perolehan untuk anak sulung dari yang berpesta Prtulan Tngngah seperti Soit nabolon pada Batak Toba, bagian kanan adalah perolehan untuk Kula-kula dari yang berpesta. Prrekurekur seperti ihur – ihur pada Batak Toba adalah perolehan untuk anak bungsu dari semua marga dari yang berpesta. Prtakal pggu adalah perolehan untuk Brru.
Perolehan persulangan ini adalah gambaran penghormatan terhadap pribadi atau kelompok kekerabatan. Sejajar dengan pemberian persulangan, demikian pulalah sikap penghormatan dari masyarakat yang turut terlibat dalam pesta, termasuk di dalamnya akan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan dalam kelompok keluarga.
Dalam perolehan mahar kawin pun atau yang di sebut tokor Brru adalah merupakan gambaran pula dari sistem kemasyarakatan Batak Pakpak Dairi.
Tokor brru ini pun terbagi atas 5 pula yaitu:
a.  Kssukuton seperti hasuhutan di Toba
b. Upah Turah seperti pamarai pada Batak Toba adalah perolehan untuk bapa tua atau bapa uda
c.  Mndedeh adalah perolehan kepada bibi atau namboru seperti di Toba
d. Upah puhun adalah perolehan untuk tulang
e. Upah mpung adalah perolehan untuk mpung sukut atau seperti ompung suhut pada masyarakat Batak Toba.
Demikianlah sepintas sistem kemasyarakatan Batak Pakpak Dairi yang prinsipnya sama dengan Dalihan Na Tolu. Adat yang diadatkan, dalam berbagai sebutan pertuturan sesuai dengan hukum adat di daerah suku pakpak.
Pada tulisan terdahulu, pada garis besarnya ialah mengenai sebagian kecil tentang sebutan pertuturan di antara 2 ( dua) orang yang terlibat di dalam suatu percakapan mengenai marga yang akhirnya tercetuslah suatu bentuk pertuturan, demikian sekilas tentang dalihan sitolu (tungku nan tiga) kemudian dilanjutkan dengan prdllikan (tungku nan lima) yang menjadi diadatkan, hal tersebut kini masing-masing akan lebih diperluas sebagimana yang diuraikan pada tulian yang lain.
i.    Istilah Kekerabatan Suku Batak Pakpak
Istilah Kekerabatan Ego dengan Saudara Inti dan Keluarga Sekandung (Sinina)
Istilah-istilah kekerabatan yang dikenal yaitu Bapa (Ayah), Inang (Ibu), Kaka/Abang (Kakak lk. Abang), Dedahen/Anggi (Adik laki-laki/adik pr.), Turang (Kakak/Adik pr. ), Mpung/Poli (Kakek), Mpung Daberru (Nenek), Patua (Sdr lk. tertua Ayah), Nantua (Istri Sdr lk. tertua Ayah), Tonga (Sdr lk. tengah Ayah), Nan Tonga (Istri Sdr lk. tengah Ayah), Papun (Sdr lk. termuda Ayah). Nangampun (Istri Sdr lk. termuda Ayah), Inanguda (Sdr pr. Ibu yg lebih muda), Panguda (Suami Sdr pr. Ibu yg lebih muda), Nan Tua (Sdr pr. Ibu yg lebih tua), Patua (Suami Sdr pr. Ibu yg lebih tua)
Istilah Kekerabatan Ego dengan Kelompok Berrunya
Istilah-istilah kekerabatan yang dikenal yaitu Turang (Sdr Pr), Silih (Suami Sdr Pr), Beberre (Anak Sdr Pr), Berru (Anak Pr. Ego), Kela (Menantu Lk), Namberru (Sdri Ayah), Mamberru (Suami Sdri Ayah), Impal (Anak lk Sdri Ayah), Turang (Anak Pr .Sdri Ayah), Mamberru (Mertua lk. Sdri Ego), Namberru (Mertua Pr. Sdri Ego).


Istilah Kekerabatan Ego dengan Kelompok Puangnya
Istilah-istilah kekerabatan yang dikenal yaitu Puhun (Sdr Lk Ibu), Nampuhun (Istri Sdr Lk Ibu), Impal (Anak Lk/Pr Sdr Lk. Ibu), Sinisapo (Istri Ego), Silih (Sdr Lk Istri), Bayongku (Istri Sdr Lk Istri Ego), Puhun (Mertua Lk), Nampuhun (Mertua Pr), Kalak Purmaen (Menantu Pr), Purmaen (Anak Sdr Lk Istri Ego).
ii.    Struktur Kemasyarakatannya
Masyarakat terdiri dari atas Marga-marga (65 marga) yang mendiami masing-masing kawasan hak tanah ulayat yang merupakan satu kesatuan dengan hidupnya dipimpin oleh Pertaki kemudian diatasnya adalah AUR yang dipimpin seorang Raja.
Struktur kemasyarakatan tersebut diletakkan pada SULANG SILIMA yang terdiri dari pada PRISANG-ISANG (Sukut) Pertualang tengah (Saudara-saudara tengah) PEREKUR-EKUR (Siampunan/bungsu) PERBETEKKEN (berru) dan PUNCA NDIADEP (Puang kula-kula). Pembagian status ini mempunyai peranan penting di dalam kemasyarakatan terutama berkaitan dengan status seseorang yang harus termasuk di dalam Sulang Silima tersebut. Pertaki mempunyai peranan yang sangat luas seperti pepatah mengatakan “Bana bilalang Bana birru, Bana ulubang bana guru” mempunyai kelebihan sebagai Panglima Perang, Raja Adat dan sebagai Guru yang menjadi suri teladan serta panutan bagi masyarakatnya.
C.    Kesenian Suku Pakpak
•    Alat Kesenian
Masyarakat Pakpak mempunyai alat kesenian yang dipelihara sejak nenek moyang yang terdiri dari : Gerantung (tidak terdapat didaerah-daerah lain) Gung, Kalondang, Sarune, Sordam, Kucapi, Genggong, Genderang (sembilan buah) dan lain-lain. Alat kesenian ini bisa milik perorangan dan juga milik bersama.
•    Seni Tari
Tari dalam Bahasa Pakpak disebut “Tatak” yang dalam Bahasa Toba disebut “Tortor” dan “Bahasa Karo” disebut “ La ‘ndek”. Tarian tradisional Pakpak sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, misalnya Tatak Memupu/ Menapu Kopi, Tatak Mendedah, Tatak Renggisa, Tatak Balang Cikua, Tatak Garo-Garo, Tatak Tirismo Lae Bangkuang, Tatak Mersulangat, Tatak Menerser Page, Tatak Muat Page, Tatak Adat, Tatak Mendedohi Takal-Takal, dan lain-lain. Selain itu, dikenal juga seni bela diri misalnya moccak dan tabbus.
•    Seni Musik
Seni musik yaitu seni alat musik dan seni vokal. Seni alat musik misalnya Kalondang, Genderang, Gung Sada Rabaan, Kucapi, Sordam, Lobat, Kettuk, Gerantung, dan lain-lain. Seni vokal diantaranya odong-odong dan nangen. Selain itu, seni vokal juga sudah semakin dikembangkan sekarang ini, diantaranya lagu paling dikenal yaitu Cikala le Pong Pong, Delleng Sitinjo, Lae Une, Nan Tampuk Mas, dan lain-lain.
•    Makanan Tradisional
Kuliner Jenis-jenis makanan tradisional misalnya Pelleng (ada perbedaan dalam resep dan bentuk serta penyajian dari pelleng Pegagan dan Simsim) nasi yang dilumat dengan sendok dan berwarna kuning, Ginaru Ncor, Nditak (Tepung beras dicampur kelapa parut dan gula putih lalu dikepal dengan tangan), Pinahpah (padi muda yang dipipihkan), Ginustung, Sagun-Sagun (Tepung beras yang digongseng dengan gula pasir dan kelapa parut), Sambal Jeruk (durian yang diasamkan), Ikan Bingkis, dan lain-lain.
•    Kerajinan Tangan
Kerajinan tangan suku Pakpak sudah dikenal sejak jaman dahulu yaitu dengan adanya Mejan Batu (sejenis patung yang terbuat dari batu) yang terdapat hampir disetiap kuta. Selain itu ada juga “membayu” yaitu menganyam tikar, bakul, kirang (keranjang) dan lain sebagainya yang terbuat dari sejenis rumput yang tumbuh di sawah. Selain itu kerajina rotan dan bambu juga banyak dikembangkan misalnya kursi, sangkar burung, bubu, tampi, juga keranjang. Kerajinan lainnya yaitu terutama di daerah Kelasen yaitu “meneppa” yaitu pandai besi terutama meneppa golok (pisau dan parang), pedang, kujur (tombak), cangkul, cuncun dan lain-lain.


•    Pakaian Adat dan Rumah Adat
Pakaian adat masyarakat Pakpak cenderung berwarna hitam. Untuk laki-laki (daholi) adalah baju lengan panjang dengan kerah mirip kerah Mandarin kemudian ada garis warna merah pada ujung tangan, pada daerah kancing baju, dan pada daerah lain sebagai tambahan. Untuk penutup kepala dipakai oles (kain adat) yang mempunyai rambu (rumbai) berwarna merah atau kuning yang dibentuk seperti peci dengan rambu kearah samping depan. Celana warna hitam dengan ukuran ¾ dipakai dengan mandar (sarung) sebagai penutup celana. Biasanya laki-laki menempatkan golok (parang) di pinggang sebagai aksesoris tambahan.
Untuk perempuan (perempun) memakai saong (penutup kepala) dengan bentuk “cudur” atau mengerecut ke bagian belakang. Posisi rambu olesnya berada di depan, bajunya juga berwarna hitam lengan panjang dengan hiasan payet berwarna kuning di depan, dibelakang dan dibagian ujung lengan. Untuk rok dipakai oles yang berwarna hitam dan ikat pinggang. Sebagai aksesoris tambahan pada tangan disematkan ucang-ucang (tas kecil) dan pada dada disematkan hiasan berwrna kuning keemasan.
•    Rumah Adat Pakpak


Bentuk rumah Pakpak mempunyai ciri tersendiri yaitu atapnya berbentuk melengkung (ndenggal). Hal ini diumpamakan “petarik-tarik mparas igongken ndenggal” artinya berani memikul resiko apabila sesuatu sudah dikerjakan dan berani mempertahankan sesuatu yang telah diperbuat.
Rumat adat mempunyai fungsi sebagai tempat musyawarah mengenai masalah-masalah kemasyarakatan dan merupakan tempat alat-alat kesenian, sedangkan untuk tempat anak muda serta tamu disediakan rumah tersendiri yang disebut “Bale” dan untuk rapat-rapat biasa dan tempat latihan-latihan kesenian, sedangkan untuk musyawarah dalam bentuk besar dipakai “Kerunggun”.
Rumah Adat pakpak ini sekarang ini masih banyak dilestarikan seperti pada gapura-gapura selamat datang dan gapura-gapura perkantoran, sedangnkan berupa bangunan yang masih dapat kita lihat seperti Museum Gedung Nasional di Sidikalang dan beberapa perkantoran di daerah Dairi dan Pakpak Bharat.
Rumah Adat masyarakat Pakpak disebut Sapo Jojong, yaitu sebuah rumah panggung terdiri dari ijuk sebagai atap dengan atap yang bertingkat dua. Ornamen utamanya terdiri dari ukiran atau lukisan yang agak mirip dengan rumah adat Karo maupun Toba. Diatas pintu rumah biasanya ada gambar sepasang cicak dan payudara wanita yang melambangkan kesuburan. Bentuk rumah adat Pakpak cenderung mirip dengan rumah adat Karo.
•    Peninggalan arkeologi terdapat di pakpak barat   
Di pakpak barat terdapat sebuah patung manusia ( mejan). Patung manusia tersebut terdapat di kompleks pertulanen merga manik di desa kecupak I, kecamatan pargetteng – getteng sengkut. Salah satu mejan yang terdapat dikompleks tersebut berukuran besar dipahat dengan posisi sikap duduk. Selain itu juga terdapat artefak lainnya seperti pertulanen / parabun, patung angsa, dan pahatan cecak pada tutup wadah.
Adapun salah satu patung manusia yang digambarkan adalah sosok laki – laki menunggang gajah. Bagian tangannya memegang bagian punggung gajah. Badannya digambarkan tegak, bagian leher hingga kepala hilang, sedangkan bagian kakinya digambarkan dittekuk menjepit badan binatang yang ditungganginya. Dan patung – patung manusia lainnya, masih terdapat di pakpak barat.
D.    Religi atau Sistem Kepercayaan
Pada saat ini masyarakat Pakpak telah memeluk Agama Islam dan Kristen, walaupun sebelumnya sangat kuat terhadap kepercayaan animisme (pelebegu) namun hal ini menunjukkan perobahan yang sangat cepat atas kepercayaan ini, walaupun masih ada kepercayaan-kepercayaan tertentu. Toleransi antara pemeluk Agama tersebut, tinggi karena diikat oleh kekeluargaan.


E.    Bahasa dan Sastra di Suku Pakpak
Etnis Pakpak sejak dahulu telah mempunyai aksara yang tertulis dalam buku yang disebut Lapihen. Dalam buku Lapihen ini terhimpun bermacam-macam catatan dalam bentuk mantera-mantera, religius dan lain-lain dalam bahasa daerah Pakpak. Bahasa ini masih tetap dipakai sebagai bahasa sehari-hari.
Kesusastraan juga dikenal dalam adat Pakpak, terutama peribahasa dan pantun. Biasanya peribahasa berisi anjuran dan nasihat sedangkan pantun juga berisi anjuran dan nasihat meskipun ada pantun jenaka. Misalnya peribahsa yaitu ipalkoh sangkalen mengena penggel artinya dipukul talenan telinga terasa, maknanya yaitu untuk kita selalu menuruti, was-was dan tanggap terhadap nasihat yang berguna yang diberikan oleh orang yang lebih berpengalaman. Contoh pantu yaitu sada lubang ni sige, sada ma ngo mahan gerrit-gerriten, tah soh mi ladang dike pe, ulang ma ngo mbernit-mberniten artinya kemana[un kita merantau semoga tetap sehat selalu. Prosa juga lumayan berkembang ditandai dengan banyaknya cerita-cerita legenda yang diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi seterusnya. Contoh cerita rakyat Pakpak yaitu Cerita Simbuyak-buyak yang dikenal luas dalam masyarakat Kelasen, Cerita Nan Tampuk Mas yang dikenal masyarakat Keppas.




2.    Petani Kopi
Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor. Permasalahan petani pada umumnya masih mengusahakan tanaman kopi secara bersama yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Tanaman kopi robusta 40%  mendominasi lahan – lahan yang cocok untuk budidaya kopi arabika. Kopi robusta pada umumnya sudah lebih tua dan perolehan harga lebih rendah dibandingkan kopi arabika dengan nilai jual yang lebih tinggi.
Pada saat ini kopi robusta di indonesia sudah lebih dari 95%, sedang selebihnya adalah kopi arabika dan jenis lainnya. Meskipun kopi robusta semula di tanam dan diusahakan oleh perkebunan besar, namun perkembangannya tanaman ini lebih banyak ditanam oleh masyarakat biasa.
Kopi adalah salah satu andalan sektor pertanian Kabupaten Dairi. Produk ini sudah menembus pasar lokal maupun pasar ekspor. Petani mengetahui informasi untuk membudidayakan usaha tani kopi arabika atau kopi robusta dari berbagai sumber informasi yang berbeda. Keputusan petani kopi mengadopsi informasi budidayakan kopi robika dan kopi robusta dipengaruhi oleh karakteristik sosial – ekonomi petani itu sendiri dan tentunya terdapat perbedaan karakteristik antara petani kopi robusta dan petani kopi arabika.
Perkembangan areal tanaman kopi rakyat yang cukup pesat di Indonesia khususnya di daerah sidikalang , perlu didukung dengan kesiapan sarana dan metoda pengolahan yang cocok untuk kondisi petani sehingga mereka mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia. Adanya jaminan mutu yang pasti, diikuti dengan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup dan pasokan yang tepat waktu serta berkelanjutan merupakan beberapa prasyarat yang dibutuhkan agar biji kopi rakyat dapat dipasarkan pada tingkat harga yang menguntungkan.
Untuk memenuhi prasyarat di atas, pengolahan kopi rakyat harus dilakukan dengan tepat waktu, tepat cara dan tepat jumlah. Buah kopi hasil panen, seperti halnya produk pertanian yang lain, perlu segera diolah menjadi bentuk akhir yang stabil agar aman untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu. Kriteria mutu biji kopi yang meliputi aspek fisik, citarasa dan kebersihan serta aspek keseragaman dan konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Oleh karena itu, tahapan proses dan spesifikasi peralatan pengolahan kopi yang menjamin kepastian mutu harus didefinisikan secara jelas. Demikian juga, perubahan mutu yang terjadi pada setiap tahapan proses perlu dimonitor secara rutin supaya pada saat terjadi penyimpangan dapat dikoreksi secara cepat dan tepat. Sebagai langkah akhir, upaya perbaikan mutu akan mendapatkan hasil yang optimal jika disertai dengan mekanisme tata niaga kopi rakyat yang berorientasi pada mutu.
Untuk mendukung era agroindustri di masa datang, sudah saatnya upaya perbaikan mutu biji kopi dilakukan secara terintegrasi dengan pengembangan industri sekundernya. Dari total produksi biji kopi nasional yang mencapai 600.000 ton per tahun, hanya 20% yang diolah dan dipasarkan dalam bentuk sekundernya antara lain kopi sangrai, kopi bubuk, kopi cepat saji dan beberapa produk turunan lainnya. Padahal, pengembangan produk yang demikian dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, membuka peluang pasar dan menyerap tenaga kerja di pedesaan.
Berikut ini merupakan penjelasan petunjuk praktis teknologi pengolahan kopi untuk menghasilkan produk primer dan produk sekunder, dan merupakan rangkuman hasil penelitian Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia sejak lima tahun terakhir ini. Hasil penelitian yang telah dicapai telah diuji dalam skala praktek dan diantaranya sudah beroperasi pada skala komersial khususnya untuk skala UKM
i.    Panen
Biji kopi yang bermutu baik dan disukai konsumen berasal dari buah kopi yang sudah masak. Ukuran kematangan buah secara visual ditandai oleh perubahan warna kulit buah. Kulit buah terdiri satu lapisan tipis mempunyai warna hijau tua saat buah masih muda, kuning saat setengah masak dan berubah menjadi warna merah saat masak penuh . Warna tersebut akan berubah menjadi kehitam-hitaman setelah masa masak penuh terlampui [over ripe]. Kematangan buah kopi juga dapat dilihat dari kekearasan dan komposisi senyawa gula di dalam daging buah. Buah kopi masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta mengandung senyawa gula yang relatif tinggi sehingga rasanya manis. Sebaliknya, daging buah muda sedikit keras, tidak berlendir dan rasanya tidak manis karena senyawa gula belum terbentuk secara maksimal. Sedangkan, kandungan lendir pada buah yang terlalu masak cenderung berkurang karena sebagian senyawa gula dan pektin sudah terurai secara alami akibat proses respirasi [Rothfos, 1980]. Secara teknis, panen buah masak memberikan beberapa keuntungan dibandingkan panen buah kopi muda antara lain [Sivetz and Desrorier, 1979; Rothfos, 1980] :
1.    Mudah diproses karena kulitnya mudah terkelupas.
2.    Rendeman hasil [perbandingan berat biji kopi beras per berat buah segar] lebih tinggi
3.    Biji kopi lebih bernas sehingga ukuran biji lebih besar [tidak pipih]
4.    Waktu pengeringan lebih cepat
5.    Warna biji dan citarasanya lebih baik
Buah kopi masak hasil panen disortasi secara teliti untuk memisahkan buah yang superior [masak, bernas dan seragam] dari buah inferior [cacat, hitam, pecah, berlubang dan terserang hama/penyakit]. Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang karena benda-benda tersebut dapat merusak mesin pengupas. Cara sortasi ini dilakukan langsung di kebun sesudah panen selesai. Jika panen dilakukan secara kolektif, seluruh tenaga pemanen secara bersama-sama melakukan sortasi hasil panen yang dikumpulkan di suatu tempat tertentu di dalam kebun. Buah merah terpilih [superior] diolah dengan metoda pengolahan semi-basah supaya diperoleh biji kopi HS kering dengan tampilan yang bagus, sedang buah campuran hijau-kuning-merah diolah dengan cara pengolahan kering. Hasil pengolahan dari keduanya disajikan. Buah kopi segar hasil sortasi sebaiknya langsung diolah untuk mendapatkan hasil yang optimal, baik dari segi mutu [terutama citarasa] maupun kemudahan proses berikutnya. Buah kopi yang tersimpan di dalam karung plastik atau sak selama lebih dari 36 jam akan menyebabkan pra-fermentasi sehingga aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau busuk [stink]. Demikian juga, penampilan fisik bijinya juga menjadi agak kusam.
ii.    Pengupasan kuliah buah
Proses pengolahan semi-basah diawali dengan pengupasan kulit buah dengan mesin mengupas [pulper] tipe silinder. Pengupasan kulit buah berlangsung di dalam celah di antara permukaan silinder yang berputar [rotor] dan permukaan pisau yang diam [stator]. Silinder mempunyai profil permukaan bertonjolan atau sering disebut “ buble plate “ dan terbuat dari bahan logam lunak jenis tembaga. Silinder digerakkan oleh sebuah motor bakar atau motor diesel. Mesin pengupas tipe kecil dengan kapasitas 200 – 300 kg buah kopi per jam digerakkan dengan motor bakar bensin 5 PK. Alat ini juga bisa dioperasikan secara manual [tanpa bantuan mesin], namun kapasitasnya turun menjadi hanya 80 – 100 kg buah kopi per jam. Mesin ini dapat digunakan oleh petani secara individu atau kelompok kecil petani yang terdiri atas 5 – 10 anggota. Sedang untuk kelompok tani yang agak besar dengan anggota lebih dari 25 orang sebaiknya menggunakan mesin pengupas dengan kapasitas 1.000 kg per jam. Mesin ini digerakkan dengan sebuah mesin diesel 9 PK.
Pengupasan buah kopi umumnya dilakukan dengan menyemprotkan air ke dalam silinder bersama dengan buah yang akan dikupas. Penggunaan air sebaiknya diatur sehemat mungkin disesuaikan dengan ketersediaan air dan mutu hasil. Jika mengikuti proses pengolahan basah secara penuh, konsumsi air dapat mencapai 7 - 9 m3 per ton buah kopi yang diolah. Untuk proses semi-basah, konsumsi air sebaiknya tidak lebih dari 3 m3 per ton buah. Aliran air berfungsi untuk membantu mekanisme pengaliran buah kopi di dalam silinder dan sekaligus membersihkan lapisan lendir. Lapisan air juga berfungsi untuk mengurangi tekanan geseran silinder terhadap buah kopi sehingga kulit tanduknya tidak pecah.
Kinerja mesin pengupas sangat tergantung pada kemasakan buah, keseragaman ukuran buah, jumlah air proses dan celah [gap] antara rotor dan stator. Mesin akan berfungsi dengan baik jika buah yang dikupas sudah cukup masak karena kulit dan daging buahnya lunak dan mudah terkelupas. Sebaliknya, buah muda relatif sulit dikupas. Lebar celah diatur sedemikian rupa menyesuaikan dengan ukuran buah kopi sehingga buah kopi yang ukurannya lebih besar dari lebar celah akan terkelupas. Buah kopi hasil panen sebaiknya dipisahkan atas dasar ukurannya sebelum dikupas supaya hasil kupasan lebih bersih dan jumlah biji pecahnya sedikit. Buah kopi Robusta relatif lebih sulit dikupas dari pada kopi Arabika karena kulit buahnya lebih keras dan kandungan lendirnya lebih sedikit. Untuk mendapatkan hasil kupasan yang sama, proses pengupasan kopi Ribusta harus dilakukan berulang dengan jumlah air yang lebih banyak. Oleh karena itu, pada skala besar pengupasan buah kopi Robusta sering menggunakan mesin tipe Raung [Raung pulper].
iii.    Pengeringan
Pengeringan kopi yang dimaksud di sini merupakan pengeringan setelah pengupasan. Pengeringan (menjemur) dilakukan langsung setelah pengupasan. Ini bertujuan untuk memisahkan biji dengan kulitnya. Dalam keadaan basah, pemisahan biji dengan kulitnya susah dipisahkan. Pengeringan biasanya dilakukan dalam waktu 1 – 2 hari dibawah terik matahari. Untuk hasil yang lebih baik pengeringgan bisa dijemur lebih dari 2 hari. Setelah kering, biji dan kulitnya dipisahkan dengan menggunakan kipas pemisah kulit dengan biji. Setelah kulit dan bijinya terpisah, bijinya kembali dikeringkan lagi. Sementara kulitnya dibuang atau dijadikan sebagai kompos.
iv.    Pengolahan
Untuk pengolahan kopi sendiri memiliki dua cara. Ada dengan alat dang ada yang masih tradisional atau pengolahan sendiri di rumah tangga. Untuk pengolahan tradisional sendiri adalah sebagai berikut,
a.    Menggongseng
Biji kopi yang sudah kering digongseng langsung kedalam kuali tanpa minyak goreng. Kopi di kacau dilamam kuali sampai gosong atau sampai hitam. Penggongsengan tersebut dicampur dengan sedikit beras supaya tidak lengket ke kuali.
b.    Ditumbuk
Setelah warna kopinya hitam atau gosong, kopinya dikeringkan beberapa saat. Jika sudah dingin, kopi tersebut di tumbuk sampai halus.
c.    Disaring
Tidak cukup hanya ditumbuk saja. Kopi yang sudah halus masih harus disaring supaya dihasilkan kopi yang lebih baik. Jika sudah benar-benar halus melalui penyaringan, kopi tersebut baru bisa dikonsumsi.

Kesimpulan
Pakpak. Suku Pakpak banyak terdapat di Sumatera Utara, yakni di Dairi, Perbatasan dengan Aceh, Parlilitan dan Pakpak Bharat Tak banyak orang Indonesia yang mengenalnya. Bukan karena suku ini tidak terkenal, tapi karena suku ini adalah suku yang terabaikan bahkan oleh pemiliknya sendiri. Beberapa sumber mengindikasikan bahwa suku Pakpak adalah suku tertua dari clan Batak. Meski sebenarnya kebanyakan orang Pakpak tidak mau disebut sebagai Batak. Bukan karena egoisme, melainkan lebih kepada ingin menunjukkan bahwa suku Pakpak itu ada dan terlepas dari bayang - bayang suku Batak yang selama ini lebih dikenal oleh dunia.
Secara kasat mata, memang sulit membedakan antara suku Batak dan Pakpak hingga ilmuwan ( yang kita tidak tahu motifnya) menggolongkan suku Pakpak ke dalam sub suku Batak. Namun sebenarnya banyak perbedaan mendasar dari kedua suku ini, mulai dari pakaian adat, rumah adat, acara adat, marga, bahasa dan kepercayaan.
Namun suku ini kini terancam punah. Situs - situs bersejarah tentang suku ini sudah sangat langka. Rumah tradisional yang mencerminkan budaya asli orang Pakpak kini juga hampir tiada. Banyak penyebab mengapa hal ini terjadi yaitu karena terabaikan oleh pemerintah, karena banyak peninggalan yang rusak, hancur dan bahkan tak sedikit yang dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Entah mengapa suku Pakpak memang telah lama terabaikan. Nama  - nama gunung, sungai dan nama Tempat yang dulunya banyak yang dinamai dengan bahasa Pakpak kini telah berganti dengan nama yang lain. Dan juga sangat sulit mencari literatur lengkap tentang sejarah suku bangsa yang satu ini. Ditambah lagi dengan masa lalu kelam suku ini yang dikenal sebagai masyarakat yang tidak mengenal sekolah. Dan hampir tidak ada anak daerah ini yang memegang satu jabatan pentingpun di pemerintahan pusat.Jumlah penutur bahasa Pakpak juga semakin lama semakin menciut membuat suku ini diambang kepunahan.
Demikianlah hasil penelitian yang saya lakukan di kota sidikalang tepatnya di perkampungan yang bernama tigalingga. Dari sebuah penelitian yang saya lakukan, bahwa disana bukan seperti sebuah kota yang dikenal dengan budaya pakpak. Disana malahan terlihat kalau bahwa lebih banyak suku batak karo dan batak toba. Ketika saya bertanya kepada masyarakat disekitar tersebut mengapa hal itu terjadi, meereka menjawab kalau kkota sidikalang tepatnya tigalingga sudah mulai terbuka dengan budaya lain/suku lain. Mereka juga mengatakan bahwa sudah banyak anak daerah pakpak itu sendiri pergi merantau dan di tempat perantauan mereka ada yang mengganti sukunya, ada yang perkawinna beda suku dan banyak alasan lainnya.
    Jika kita tinjau dari para petani kopinya, dari apa yang saya perhatikan dilapangan, hanya sedikit masyarakat yang masih menanam kopi. Karena sekarang ini kopi sangat tidak populer lagi. Kopi sidikalang populer dibebrapa tahun yang lalu, dan sekarang kepopuleran kopi sidikalang itu sendiri sudah turun. Para petani disana sudahberalih ke dalam petani jagung, petani kakao dan padi. Semua tanaman yang ditanam tidah menetap tetapi mengikuti musim tanam itu sendiri.



Lampiran
 
  
















DAFTAR PUSTAKA
Zulyani,hidayat,1997.”ensiklopedia suku bangsa di indonesia”.Indonesia:Pustaka lp3es
__________,berkala arkeologi sangkhala, 164/akred-upl/p2mbl/07/2009,issn1410-3974: kementerian kebudayaan dan pariwisata balai arkeologi medan
http://kardomantumangger.blogspot.com/2008/08/suku-pakpak-dan-eksistensinya-di.html